Selasa, Juli 29, 2008

Beda Ketinggian Beda Penampilan

Nama sama, tapi sosok berbeda. Itulah yang Trubus lihat pada lulaiwan koleksi dr Purbo Djojokusumo. Satu pot berdaun kecil, tebal dengan warna hijau mendominasi. Sedangkan lainnya, ukuran daun lebih besar, tipis, dan warna merah lebih banyak. Penampilan kontras juga terlihat pada siam pearl, tulang merah, lemon kecil, dan cochin. Dari pengamatan selama 7 tahun, Purbo menyimpulkan itu terjadi lantaran aglaonema dirawat pada ketinggian berbeda. Satu di dataran rendah-Jakarta-dan yang lain di dataran sedang-Pancawati, Bogor.

Awal mula perubahan penampilan itu terlihat pada pride of sumatera dan dona carmen. Pada 1998-2000 Purbo merawatnya di kebun di Gadog, ketinggian 700 m dpl. Ketika itu lebih dari 100 pot dona carmen berisi 10-15 tanaman/pot penampilannya jelek. Daun mengecil, keriting, dan ujungnya melengkung. Sementara pride of sumatera, daun mengecil, tangkai memendek, dan warna lebih pekat.

Akhirnya sekitar 7-8 pot dona carmen diungsikan ke Jakarta pada 2000. Setelah 3-4 bulan dipelihara, penampilan dona carmen berubah. Daun yang awalnya keriting menjadi rata dan ukurannya lebih besar. Waktu itu Purbo masih menduga-duga penyebab perubahan penampilan tersebut. Keyakinan muncul setelah ia punya kebun di Pancawati, Bogor, berketinggian 600 m dpl 3 tahun silam. Kasus serupa ditemui kembali. 'Ketika itu saya tak kaget lagi karena sudah ada pengalaman sebelumnya waktu di Gadog,' kata dokter di Rumah Sakit Husada itu.

Beda penampilan

Penampilan pride of sumatera di kebun Joe Kok Siong di Kaliurang, Yogyakarta, di ketinggian 500 m dpl mirip sri rejeki koleksi Purbo. Tangkai daun pendek, daun agak kecil, dan tebal. Namun, 'Penampilannya jauh lebih bagus. Warnanya jadi keunguan,' ujar Gunawan Widjaja, pekebun di Sentul, Bogor.

Setali tiga uang dengan kondisi di kebun Purbo dan Joe, tiara dan widuri koleksi Pairoj Tianchai di Bangkok, Thailand, pun berubah. Tiara di kebun Pairoj berdaun besar, tipis, tangkai memanjang, dan warna pucat lantaran lebih banyak bintik putih. Widuri pun pudar. Sementara tiara dan widuri di tempat Gregorius Garnadi Hambali yang berketinggian sekitar

300 m dpl berdaun sedang, tebal, dan warna merah lebih keluar. Dugaan Purbo pun kian menguat, penampilan aglaonema dipengaruhi oleh ketinggian lokasi penanaman. Penampilan sri rejeki akan optimal bila dirawat di lokasi yang sesuai.

Pemilihan lokasi tumbuh optimal dipengaruhi oleh induk spesiesnya. Penyilang di Thailand mayoritas menggunakan induk A. cochinchinense dan chawang. Yang disebut pertama habitat hidupnya di dataran rendah, terutama hutan hujan tropis. Sementara chawang hasil silangan A. simplex x A. rotundum. 'Rotundum habitatnya di dataran rendah hingga sedang. Sedangkan simplex jenis yang variannya sangat tinggi, habitatnya mulai dataran rendah hingga tinggi,' kata Greg Hambali, penyilang asal Bogor. Kemungkinan besar simplex induk chawang berasal dari dataran rendah. Dengan melihat habitat kedua induk, turunan chawang dan cochin mayoritas pertumbuhannya lebih baik di dataran rendah. Contohnya siam pearl, tulang merah, dan cochin kuning silangan Pramote Rojruangsang yang dibeli Sultan Brunei Darussalam.

Namun, ada juga hibrida asal Thailand yang cocok dipelihara di dataran sedang atau tinggi. Sebut saja lipstik klasik dan hibrida cochin merah. Yang disebut pertama warna merah muda di pinggir daun melebar ketika dirawat di dataran sedang. Di dataran rendah garis merah muncul tipis, hanya 1 mm. Sementara hibrida cochin merah di dataran rendah cenderung berwarna hijau dan pada ketinggian di atas 500 m dpl, merah muda muncul lebih dominan.

Pengaruh ketinggian tempat merawat juga berlaku pada sri rejeki-sri rejeki silangan Greg. Pengamatan Purbo widuri dan tiara lebih cocok dirawat di dataran sedang atau tinggi. 'Warnanya lebih keluar,' kata Purbo. Hot lady dan adelia lebih baik dirawat di dataran rendah. Di dataran sedang warna hot lady dan adelia cenderung hijau karena bercak merah tak keluar. Perbedaan itu lantaran variasi genetik yang luas yang diturunkan A. commutatum 'tricolor' x A. rotundum. Maklum, di alam varian commutatum dan rotundum banyak tergantung habitatnya. Commutatum hidup mulai dari dataran rendah hingga sedang.

Secara umum, berdasarkan pengamatan Purbo 80-90% aglaonema tumbuh baik di ketinggian 300-400 m dpl, seperti di Bogor, Boyolali, dan Malang. Di dataran rendah seperti Jakarta 60-70% aglaonema tumbuh baik dan di dataran tinggi, hanya 30-40%.

Intensitas dan suhu

Menurut Lanny Lingga warna dan morfologi daun dipengaruhi metabolisme tanaman. 'Beda penampilan di dataran tinggi dan dataran rendah adalah efek intensitas cahaya,' kata alumnus Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga itu. Di dataran tinggi intensitas cahaya lebih tinggi dibandingkan dataran rendah, sehingga metabolisme lebih aktif. Itu tampak pada daun yang lebih tebal, artinya biomasa juga lebih banyak. Prof Dr G. A Wattimena mengatakan daun tebal terjadi karena penimbunan karbohidrat.

Di dataran rendah, warna merah tidak muncul karena fungsi fisiologi tumbuhan lebih aktif mendorong pembentukan klorofil zat warna hijau. Akibatnya, pembentukan pigmen lain seperti karotenoid terhambat. Menurut Wattimena suhu juga berpengaruh banyak terhadap perubahan warna. 'Suhu tinggi mendorong warna hijau keluar, sehingga warna lain seperti violet dan kuning terhambat,' ahli fisiologi tumbuhan di IPB itu.

'Karena intensitas memadai maka tangkai daun juga lebih pendek sehingga untuk mengalirkan hasil fotosintesis jadi lebih optimum,' kata Lanny. Ruas batang juga lebih pendek. Pantas penampilan 2 lulaiwan di tempat Purbo sangat beda. (Rosy Nur Apriyanti)
http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=publisher&op=viewcat&cid=7&min=30

PR - KU

S E L E S A I .... BEBAS EUY... ehhhh ada lagi yang kasih PR tapi aku lupa siapa yaaaa yang kasih PR... waktu itu kerjaan ku overload jadi aku minta waktu nah saat ini sedikit lenggang mohon

PENTERJEMAHKU