Kamis, Juli 10, 2008

Pesona Gadis Berbau


Senin, 07 Juli 2008

Setahun lalu ratusan wahong Premna serratifolia teronggok di halaman belakang rumah Piko-pemburu bakalan bonsai di Pacitan, Jawa Timur. Daun besar dan alur rumit membuat wahong tak dilirik pebonsai. Sekarang bakalan itu diperebutkan lantaran tak kalah bagus dibanding santigi.

Kehadiran jin shari-kulit batang yang terkelupas sehingga berkesan tua-secara alami jadi keunggulan wahong. Jin shari terbentuk lantaran di habitatnya-pantai berkarang-wahong diterpa ombak dan pasir. Ini mirip santigi yang habitatnya serupa.

Sayang ukuran daun wahong besar. Daun berbentuk bulat telur itu lebarnya mencapai 5 cm dan panjang 8-10 cm. Bandingkan dengan lebar daun santigi yang hanya 5 mm dan panjangnya kurang dari 1 cm. Padahal daun bonsai idealnya kecil. Pantas pebonsai lebih memilih santigi, cemara udang, dan sancang.
Saudara sancang

Supaya daun mengecil, pada 2000-an banyak pebonsai menyambung wahong dengan sancang Premna mycrophila. Saudara sekeluarga wahong yang pertama kali didatangkan dari Taiwan dan Filipina itu memang serupa. Hanya saja daunnya jauh lebih kecil dan karakter jin shari-nya kurang tegas. Makanya sambungan wahong dan sancang mampu menampilkan karakter batang tegas, atraktif dengan ukuran daun kecil yang proporsional.

Namun, pebonsai kerap mengalami kegagalan. 'Tingkat keberhasilan hanya 60% jika dilakukan di Jakarta. Di Bandung bisa sampai 90%,' kata Husein Ahmad, pemain bonsai kawakan di Tangerang. Keberhasilan penyambungan sangat tergantung lingkungan. Lantaran banyak kasus kegagalan, pamor wahong pun meredup. Wahong identik sebagai bakalan yang gampang mati dan sulit digarap. Pantas, jika akhirnya tanaman yang dijuluki the stinky lady-gadis berbau-lantaran bau daunnya yang khas itu mulai dilupakan.

Toh kondisi itu tak membuat Robert Steven-pemain bonsai di Jakarta-urung jatuh cinta pada spesies endemik Indonesia itu. Robert terpikat pada pandangan pertama tatkala melihatnya di sebuah nurseri di Solo, Jawa Tengah, pada 2003. Melihat guratannya yang artistik, Robert tak mempedulikan ukuran daun yang besar dan tidak proporsional.

Pria kelahiran Medan itu yakin, dengan perlakuan tepat, tanaman yang habitat aslinya di pesisir laut dan tebing itu tampil sempurna. Belajar dari kegagalan pebonsai lain, Robert tak menyambung wahong dengan sancang. Si gadis berbau itu diperlakukan sebagai individu.
Tumbuh cepat

Segera saja Robert mengutak-atik wahong dengan teknik bonsai. Mula-mula ditentukan batang utama dan arah geraknya. Lalu merencanakan tunas-tunas yang akan dimunculkan. Semua cabang dan ranting yang tak masuk dalam perencanaan dipangkas. Tunas yang muncul di sembarang tempat disambung ke titik yang dikehendaki.

Hasilnya mengejutkan. Wahong tumbuh dua kali lebih cepat dibandingkan santigi. Daun mengecil sampai lebarnya hanya 2 mm. Jika bonsai santigi baru terbentuk sempurna setelah 8 tahun, wahong hanya 4 tahun. Musababnya dengan pembesaran cabang dan pertumbuhan ranting cepat, wahong lebih sering dipangkas dan dibentuk. Makanya dalam waktu singkat ia jadi bonsai sempurna.

Selain tumbuh cepat, wahong lebih tahan banting. Robert berani mencuci dan memutar-mutar posisi akar bahkan memotong akar sebelum menggarapnya. 'Padahal pada santigi, akar harus dalam bola tanah dan tak boleh sembarangan diubah posisinya,' ungkap juri bonsai internasional itu. Santigi sangat gampang stres, apalagi jika akarnya terkoyak. Risiko kegagalan pada wahong jauh lebih rendah daripada santigi. Mengeksplorasinya pun lebih leluasa. Jin sharinya yang dramatis paling sesuai untuk gaya bonsai ekspresionis.

Utak-utik Robert membuahkan prestasi. Wahong koleksinya merebut gelar the best original design pada lomba di Amerika pada 2007. Penghargaan the best broadleaf bonsai pun digondolnya. Waktu dipamerkan di Asia Pacific Bonsai and Suiseki Convention and Exhibition (ASPAC) pada 2007 di Bali, wahong jadi pusat perhatian.

Pebonsai luar negeri pun terpikat. Sejak akhir tahun lalu, sekitar 200 bakalan diekspor ke Afrika, Italia, Amerika, dan Poertorico. Nama si gadis berbau pun mengharum hingga kancah internasional. (Nesia Artdiyasa/Peliput: Argohartono Arie Raharjo dan Destika Cahyana)
http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid=1389

PR - KU

S E L E S A I .... BEBAS EUY... ehhhh ada lagi yang kasih PR tapi aku lupa siapa yaaaa yang kasih PR... waktu itu kerjaan ku overload jadi aku minta waktu nah saat ini sedikit lenggang mohon

PENTERJEMAHKU