Selasa, Juli 29, 2008

Beda Ketinggian Beda Penampilan

Nama sama, tapi sosok berbeda. Itulah yang Trubus lihat pada lulaiwan koleksi dr Purbo Djojokusumo. Satu pot berdaun kecil, tebal dengan warna hijau mendominasi. Sedangkan lainnya, ukuran daun lebih besar, tipis, dan warna merah lebih banyak. Penampilan kontras juga terlihat pada siam pearl, tulang merah, lemon kecil, dan cochin. Dari pengamatan selama 7 tahun, Purbo menyimpulkan itu terjadi lantaran aglaonema dirawat pada ketinggian berbeda. Satu di dataran rendah-Jakarta-dan yang lain di dataran sedang-Pancawati, Bogor.

Awal mula perubahan penampilan itu terlihat pada pride of sumatera dan dona carmen. Pada 1998-2000 Purbo merawatnya di kebun di Gadog, ketinggian 700 m dpl. Ketika itu lebih dari 100 pot dona carmen berisi 10-15 tanaman/pot penampilannya jelek. Daun mengecil, keriting, dan ujungnya melengkung. Sementara pride of sumatera, daun mengecil, tangkai memendek, dan warna lebih pekat.

Akhirnya sekitar 7-8 pot dona carmen diungsikan ke Jakarta pada 2000. Setelah 3-4 bulan dipelihara, penampilan dona carmen berubah. Daun yang awalnya keriting menjadi rata dan ukurannya lebih besar. Waktu itu Purbo masih menduga-duga penyebab perubahan penampilan tersebut. Keyakinan muncul setelah ia punya kebun di Pancawati, Bogor, berketinggian 600 m dpl 3 tahun silam. Kasus serupa ditemui kembali. 'Ketika itu saya tak kaget lagi karena sudah ada pengalaman sebelumnya waktu di Gadog,' kata dokter di Rumah Sakit Husada itu.

Beda penampilan

Penampilan pride of sumatera di kebun Joe Kok Siong di Kaliurang, Yogyakarta, di ketinggian 500 m dpl mirip sri rejeki koleksi Purbo. Tangkai daun pendek, daun agak kecil, dan tebal. Namun, 'Penampilannya jauh lebih bagus. Warnanya jadi keunguan,' ujar Gunawan Widjaja, pekebun di Sentul, Bogor.

Setali tiga uang dengan kondisi di kebun Purbo dan Joe, tiara dan widuri koleksi Pairoj Tianchai di Bangkok, Thailand, pun berubah. Tiara di kebun Pairoj berdaun besar, tipis, tangkai memanjang, dan warna pucat lantaran lebih banyak bintik putih. Widuri pun pudar. Sementara tiara dan widuri di tempat Gregorius Garnadi Hambali yang berketinggian sekitar

300 m dpl berdaun sedang, tebal, dan warna merah lebih keluar. Dugaan Purbo pun kian menguat, penampilan aglaonema dipengaruhi oleh ketinggian lokasi penanaman. Penampilan sri rejeki akan optimal bila dirawat di lokasi yang sesuai.

Pemilihan lokasi tumbuh optimal dipengaruhi oleh induk spesiesnya. Penyilang di Thailand mayoritas menggunakan induk A. cochinchinense dan chawang. Yang disebut pertama habitat hidupnya di dataran rendah, terutama hutan hujan tropis. Sementara chawang hasil silangan A. simplex x A. rotundum. 'Rotundum habitatnya di dataran rendah hingga sedang. Sedangkan simplex jenis yang variannya sangat tinggi, habitatnya mulai dataran rendah hingga tinggi,' kata Greg Hambali, penyilang asal Bogor. Kemungkinan besar simplex induk chawang berasal dari dataran rendah. Dengan melihat habitat kedua induk, turunan chawang dan cochin mayoritas pertumbuhannya lebih baik di dataran rendah. Contohnya siam pearl, tulang merah, dan cochin kuning silangan Pramote Rojruangsang yang dibeli Sultan Brunei Darussalam.

Namun, ada juga hibrida asal Thailand yang cocok dipelihara di dataran sedang atau tinggi. Sebut saja lipstik klasik dan hibrida cochin merah. Yang disebut pertama warna merah muda di pinggir daun melebar ketika dirawat di dataran sedang. Di dataran rendah garis merah muncul tipis, hanya 1 mm. Sementara hibrida cochin merah di dataran rendah cenderung berwarna hijau dan pada ketinggian di atas 500 m dpl, merah muda muncul lebih dominan.

Pengaruh ketinggian tempat merawat juga berlaku pada sri rejeki-sri rejeki silangan Greg. Pengamatan Purbo widuri dan tiara lebih cocok dirawat di dataran sedang atau tinggi. 'Warnanya lebih keluar,' kata Purbo. Hot lady dan adelia lebih baik dirawat di dataran rendah. Di dataran sedang warna hot lady dan adelia cenderung hijau karena bercak merah tak keluar. Perbedaan itu lantaran variasi genetik yang luas yang diturunkan A. commutatum 'tricolor' x A. rotundum. Maklum, di alam varian commutatum dan rotundum banyak tergantung habitatnya. Commutatum hidup mulai dari dataran rendah hingga sedang.

Secara umum, berdasarkan pengamatan Purbo 80-90% aglaonema tumbuh baik di ketinggian 300-400 m dpl, seperti di Bogor, Boyolali, dan Malang. Di dataran rendah seperti Jakarta 60-70% aglaonema tumbuh baik dan di dataran tinggi, hanya 30-40%.

Intensitas dan suhu

Menurut Lanny Lingga warna dan morfologi daun dipengaruhi metabolisme tanaman. 'Beda penampilan di dataran tinggi dan dataran rendah adalah efek intensitas cahaya,' kata alumnus Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga itu. Di dataran tinggi intensitas cahaya lebih tinggi dibandingkan dataran rendah, sehingga metabolisme lebih aktif. Itu tampak pada daun yang lebih tebal, artinya biomasa juga lebih banyak. Prof Dr G. A Wattimena mengatakan daun tebal terjadi karena penimbunan karbohidrat.

Di dataran rendah, warna merah tidak muncul karena fungsi fisiologi tumbuhan lebih aktif mendorong pembentukan klorofil zat warna hijau. Akibatnya, pembentukan pigmen lain seperti karotenoid terhambat. Menurut Wattimena suhu juga berpengaruh banyak terhadap perubahan warna. 'Suhu tinggi mendorong warna hijau keluar, sehingga warna lain seperti violet dan kuning terhambat,' ahli fisiologi tumbuhan di IPB itu.

'Karena intensitas memadai maka tangkai daun juga lebih pendek sehingga untuk mengalirkan hasil fotosintesis jadi lebih optimum,' kata Lanny. Ruas batang juga lebih pendek. Pantas penampilan 2 lulaiwan di tempat Purbo sangat beda. (Rosy Nur Apriyanti)
http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=publisher&op=viewcat&cid=7&min=30

Selanjutnya Klik......

Alternatif Pupuk Organik Instan

Kualitas Optimal, Ramah Lingkungan

Banyak alternatif menuju lingkungan sehat. Meski keinginan hidup jauh dari pencemaran, peluangnya kecil. Belum lagi, redusi bahan kimia yang kerap akrab di sekitar kita. Pertanian tradisional pun jadi sasaran empuk terjadinya pencemaran lingkungan, dimana kebutuhan untuk hasil pertanian lebih didominasi produk kimia. Kini, saatnya kembali ke alam.

Modernitas rupanya menggerus alam secara perlahan. Sama halnya dengan dunia pertanian yang telah menerapkan teknik modern sebagai program kerjanya. Misalnya, penggunaan pupuk ataupun pestisida kimia, dimana hasilnya pun memang cukup membanggakan. Terlebih, dengan waktu yang relatif cepat. Namun ada yang harus ditanggung dari penggunaan kebutuhan tanaman berbahan kimia. Dampak terbesar bisa terjadinya pencemaran lingkungan di semua aspek. Dalam hal ini, manusia akan menuai dampak yang besar. Sebab, kita merupakan pengkonsumsi terbesar produk hasil pertanian – dimana tanpa disadari – hasil pertanian yang kita makan sudah tercemar.

“Sebenarnya mudah saja untuk mengatasi fenomena semacam ini. Selama kita masih menghargai alam dan lingkungan sekitar. Itu saja kok kuncinya,” kata Penangkar Hortikultura di Surabaya, Dani Bambang Suryo.

Manfaatkan Limbah Rumah Tangga

Kepedulian terhadap alam bisa dimulai dari lingkungan sekitar, yaitu dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada dan tidak terpakai. Bahkan sampah rumah tangga pun berpeluang untuk dijadikan bahan dasar pupuk organik. Rontokan daun di halaman rumah, rendaman air cucian beras, dan air cucian darah (ikan, sapi, kambing, dan ayam), merupakan bahan-bahan yang kerap digunakan.

Caranya, mudah dilakukan. Hanya dengan menyiramkan ke media tanam secara rutin, satu kali dalam seminggu. Bagi Anda yang memiliki kebun dengan ukuran lahan yang tak terlalu luas, alternatif ini bisa diterapkan. Teknik ini sebenarnya sudah lama diterapkan orang-orang dulu. Sebab jaman sudah makin modern, perlahan cara ini ditinggalkan dan orang lebih memilih cara modern. Selain instan, hasilnya pun bisa dinikmati dalam waktu relatif singkat. Namun tak ada salahnya, menerapkan satu hal bermanfaat tanpa merusak lingkungan sekitar? Jangan anggap remeh sampah yang ada di sekitar Anda. Siapa mengira, di balik sisa-sisa sampah ini tersimpan begitu banyak manfaat yang bisa diaplikasikan ke lingkungan. Selama ini, mungkin banyak yang beranggapan kalau sampah hanya sisa produksi yang tak memiliki fungsi apa-apa.
Mungkin Anda salah satunya? Boleh percaya atau tidak, ada rahasia terbesar di balik sisa-sisa sampah rumah Anda yang bisa dimanfaatkan untuk proses keberlangsungan pertumbuhan tanaman di lahan rumah. Hal ini bisa dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa di Institut Pertanian Jogjakarta.

Di sini disebutkan, kalau lebih dari 50% tanaman (khususnya tanaman buah dan sayur) yang disiram menggunakan cucian darah hewan (ikan, sapi, ayam, dan kambing), cenderung tumbuh lebih optimal. Dalam salah satu penelitian menyebutkan, darah kambing yang disiramkan pada tanaman tomat dengan frekuensi satu kali dalam seminggu, bisa meningkatkan hasil sebesar 82 %.

“Tanaman anggrek yang disiram dengan air cucian darah ikan secara rutin, satu kali dalam seminggu pun bisa cepat berbunga,” imbuh Penangkar Anggrek di Malang, Raphael.
Hal ini juga terjadi pada air rendaman cucian beras dan sampah rontokan daun. Sebaiknya, buang air cucian beras ke media tumbuh tanaman. Sebab, zat yang terkandung di dalamnya berpotensi menyuburkan tanaman yang ada di sekitar. Itu sama halnya dengan sampah rontokan daun, sebaiknya untuk tidak membuang atau membakarnya.
Cukup dengan merendamnya dengan air bersih ke dalam wadah, selama kurang lebih satu hari. Barulah, keesokan harinya siramkan ke halaman atau kebun yang ditumbuhi tanaman. Alternatif lainnya, bisa mengaplikasikannya dengan cara memendam kotoran sampah (rontokan daun) dalam tanah sebagai proses fermentasi, selama kurang lebih satu minggu. Kemudian bisa segera diterapkan pada tanaman.

Alasan tidak langsung digunakan, karena kondisi tanaman tak tahan dengan proses fermentasi pupuk, sehingga waktu satu minggu merupakan fase untuk menetralisir unsur yang ada dalam media tanam. Optimalnya pertumbuhan tanaman yang menggunakan sisa-sisa bahan produksi rumah tangga ini, lantaran disebabkan oleh beberapa hal, yaitu adanya kandungan unsur Nitrogen (N), Phospor (P), dan Kalium (K) tinggi yang bisa memenuhi kebutuhan tanaman. Selain pertumbuhan yang prima, alternatif membuat pupuk organik dari bahan sisa produksi rumah tangga jadi alternatif aman lingkungan. [santi]

Optimalkan Kualitas Hasil Pertanian

Pada dasarnya, kompos (pupuk organik) bisa meningkatkan kesuburan kimia dan fisik tanah yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura (buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya perishable (tak tahan lama) ini, hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos.
Demikian juga di bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti bisa meningkatkan produksi tanaman. Di bidang kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan kompos. Selain itu, kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum, dan lebih memiliki cita rasa khas.

Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik – selain lebih sehat dan aman – karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia. Selain itu, air lindi yang dianggap mencemarkan sumur di lingkungan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bisa dijadikan pupuk cair atau diolah terlebih dulu sebelum dialirkan ke saluran umum.
Meski hasil yang didapat nanti tak bisa dinikmati dalam waktu singkat, tapi penerapan pupuk berbahan organik ini memiliki jangka panjang yang memuaskan. Selain lingkungan tetap dalam keadaan lestari, masyarakat akan sehat dan pendapatan petani bisa meningkat. [santi]

Kandungan unsur N, P, dan K dalam Darah Binatang
Unsur (mg/100g) Sapi Kambing Ayam
Nitrogen (N) 0,0084 0,0787 0,0058
Phospor (P) 0,1000 0,7000 0,2000
Kalium (K) 0,0098 0,1400 0,0145
http://tabloidgallery.wordpress.com/2008/07/04/alternatif-pupuk-organik-instan/#more-222

Selanjutnya Klik......

Impor Aglaonema?

Kenali Dulu Prosedurnya
Kondisi alam Thailand tak sama persis dengan Indonesia. Namun keduanya memiliki kemiripan di sektor florikultura. Seperti bombastisme semarak daun aglaonema yang membuat kedua negara ini saling bertukar spesies untuk memperkaya jenisnya – baik untuk jenis lokal maupun hibridanya.

Greg Hambali – terkenal sebagai penangkar sekaligus penyilang aglaonema Tanah Air. Ia sukses melahirkan Pride of Sumatera (POS) yang jadi sebuah ikon aglaonema silangan Indonesia. Sedangkan di Thailand, muncul juga berbagai jenis hibrida yang kerap dilirik penggemar aglaonema Indonesia, seperti jenis Red Emerald. Dengan kombinasi pola percik dan dominasi merah di permukaan daun, membuatnya tampil semarak. Julukan red emerald untuk aglaonema ini, karena pola percikannya menyerupai bentuk jamrud. Tampilan daunnya pun tebal dan lebar – mendukung karakternya – dimana lebar per daunnya bisa mencapai 15-20 cm. Itulah salah satu keunikan jenis hibrida negara Gajah Putih ini.

Selama ini, varian aglaonema dari Thailand bervariasi, sehingga tak sedikit penggemar aglaonema Tanah Air kepincut untuk mengimpor beberapa jenisnya. Bahkan beberapa pakar aglaonema ber-eksperimen dengan alternatif menyilangkan jenis lokal dan impor. Harapannya, agar muncul varian baru yang bisa memperkaya khasanah dunia tanaman hias.
Namun teknik hibridanya tak bisa dilakukan sembarang orang. Terlebih jika tak didukung dengan konsep laboratorium yang memadai. Meski proses persilangannya sendiri bisa dilakukan natural, yaitu dengan mengawinkan media alat reproduksi tanaman (bunga). Hanya peluang keberhasilannya kecil. Malah beberapa penggemar aglaonema tak menginginkan tumbuhnya bunga. Sebab dengan munculnya bunga, otomatis akan menghambat keseluruhan proses pertumbuhan tanaman.

Bangun Relasi

Karena proses penyilangannya rumit, proses impor jadi alternatif untuk mendapat varian aglaonema baru. Itu biasanya kebanyakan dilakukan oleh para kolektor maupun pebisnis aglaonema. “Biasanya, untuk mendapat aglaonema jenis baru dari Thailand, saya harus pesan sebulan sebelumnya. Kalau tak begitu, akan keduluan orang lain,” kata Pebisnis Aglaonema di Purwokerto, Jawa Tengah (Jateng) – Eni.

Tak semudah yang dibayangkan untuk melakukan proses impor tanaman dari negara lain, terutama bagi pemula yang ingin memiliki beberapa jenis aglaonema impor. Dalam hal ini, sistem kedekatan dengan membangun relasi jadi hal penting untuk memperoleh jenis yang diinginkan, sehingga ia memanfaatkan rekannya untuk hunting beberapa jenis aglaonema jenis baru. Namun bagi Anda yang tak mempunyai relasi di luar negeri, bisa berinteraksi langsung dengan pembudidaya aglaonema di Thailand. Selain berguna menjalin kerjasama sebagai aspek jangka panjang, juga berkaitan dengan faktor harga, seperti transaksi dengan tawar-menawar yang sudah jadi ‘hukum wajib’, agar harga bisa bersahabat.

“Tiga atau empat kali pertemuan, biasanya sudah bisa menjalin hubungan baik, dimana masalah sistem kepercayaan antara kedua belah pihak bisa dijadikan pondasi. Agar tak terjebak dengan permainan perdagangan, sebaiknya mencari informasi sebanyak-banyaknya sebagai bahan referensi memburu aglaonema impor, baik tentang jenis aglaonema yang akan diburu ataupun pembudidayanya,” ungkap Eni. Pastikan juga untuk tak lupa membuat surat perjanjian kerjasama atau MoU (Memorandum of Understanding) jika berniat menjalin hubungan yang sifatnya jangka panjang. Dengan itu, maka akan membawa keuntungan. Misalnya, Anda tak perlu terbang ke Thailand atau negara lain untuk hunting jenis baru. Cukup lakukan komunikasi dengan memanfaatkan media informasi elektronik, semua akan teratasi. Selain hemat ongkos, Anda juga tak ketinggalan perkembangan jenis tanaman hias. Mengingat, hibrida aglaonema selalu mengalami inovasi yang tentunya menghasilkan varian baru.

Adaptasi Kembali

Setibanya di Tanah Air, biasanya tanaman harus mengalami masa karantina. Tujuannya, untuk meyesuaikan habitatnya, dimana perbedaan habitat tanaman di masing-masing negara tidaklah sama. Perlakuan pada masa karantina ini meliputi penggantian media tanam yang harus disesuaikan dengan lingkungan baru. Proses ini dilakukan bertahap, agar tanaman bisa melakukan adaptasi secara perlahan pula. Jika media tanamnya diganti secara spontan, kemungkinan besar akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman yang tak maksimal. Ironisnya, akan berdampak pada tampilannya.

“Biasanya, jenis impor akan mengalami perubahan tampilan jika sudah tiba di Indonesia. Itu terlihat baik dari corak warna, bentuk, dan tekstur aglaonema,” imbuh Eni.
Fenomena perubahan itu wajar terjadi, karena terjadinya kondisi lingkungan yang berbeda. Namun itu bisa diminimalisir dengan memberikan perlakuan yang sesuai dengan karakter tanaman, seperti aplikasi media, penyesuaian naungan, dan proses pencahayaan. Sebab, ada beberapa jenis aglaonema impor yang karakter perawatannya rewel. Misalnya jenis red emerald, corak warnanya akan terlihat berkarakter jika ada dalam kondisi panas maksimal. Namun keserempakan warnanya tak dibarengi dengan bagian batang yang melemas akibat panas berlebih. Maka, alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan mengatur posisi tanaman ada pada keteduhan, tapi matahari tetap bisa masuk. Fase karantina ini penting dilakukan, guna mengurangi indikasi terjadinya perubahan karakter tanaman secara keseuluruhan, dimana pada fase ini memakan waktu kurang lebih 1-2 bulan, bergantung pada jenis tanamannya. Namun perlakuan rutinitas untuk mendukung pertumbuhan tanaman sebaiknya dilakukan continue, seperti pemberian pupuk dan vitamin satu minggu sekali, penggantian media tanam sebulan sekali, dan penyiraman. [santi]

Prosedur Impor Tanaman Hias

Syarat atau prosedur yang harus dipenuhi untuk membeli tanaman dari luar negeri menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.14 tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan, yaitu:

1. Surat Ijin Menteri. Pertama, mengurus Surat Ijin Pemasukan Benih ke Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk mendapatkan Surat Ijin Pemasukan Benih dari Menteri Pertanian. Meskipun Anda membeli satu saja tanaman dari luar negeri, syarat untuk memiliki ijin Menteri adalah mutlak. Bila Anda tak memiliki Surat Ijin Pemasukan Benih, maka tanaman yang Anda beli akan disita oleh Dinas Karantina Tumbuhan.

2. Tanaman harus dilengkapi sertifikat fitosanitari, yaitu sertifikat kesehatan tumbuhan dari negara asal tumbuhan.

3. Kemudian setelah Anda memiliki surat ijin dari Menteri dan sertifikat kesehatan tanaman, maka Anda harus memasukkannya melalui tempat-tempat pemasukan yang ditetapkan. Misalnya, melalui Bandara ataupun Pelabuhan di masing-masing kota.

4. Dilaporkan dan diserahkan pada petugas Karantina Tumbuhan di tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina. Tindakan karantina adalah pemeriksaan, pengasingan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pengamatan. Pemeriksaan administratif untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran isi, dan keabsahan dokumen persyaratan dan pemeriksaan kesehatan untuk mendeteksi kemungkinan adanya OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). [santi]
http://tabloidgallery.wordpress.com/2008/05/06/impor-aglaonema/

Selanjutnya Klik......

Jurus Jitu Memilih Aglaonema

Agar Berkualitas dan Bernilai Tinggi

Keindahan aglaonema tak pernah ada batasnya. Stok silangan yang terproduksi dari lokal maupun impor, membuat kita tak pernah bosan dengan tanaman hias yang juga dikenal dengan nama sri rejeki ini. Namun pertanyaannya, bagaimana memilih aglaonema impor atau lokal yang baik dan apakah merawatnya semudah kita memilih tanaman ini di toko bunga?

Membeli tanaman idola memang gampang-gampang susah, termasuk membeli aglaonema. Maklum, sebulan belakangan pamor aglaonema memang ‘naik pangkat’. Sebelum membeli aglaonema, sebaiknya kita paham dengan barang yang akan dibeli. Sebab pada dasarnya, beberapa aglaonema memiliki keunggulan dan ciri khusus, hingga tak jarang jika lengah berakibat pada penularan koleksi lain.

Saat ini, jika dispesifikasikan ada tiga kelompok besar aglaonema yang biasa didapat di pasaran, yaitu aglaonema lokal non silangan, lokal, dan impor silangan. Menurut Pakar Aglaonema Indonesia, Gregori Garnadi Hambali, saat ditemui di Banjarbaru Kalimantan Selatan (Kalsel) belum lama ini, sebenarnya ada lagi aglaonema lokal non silangan dari luar (umumnya dari Belandan dan Amerika). Hanya ketetatnya birokrasi dan sistematika pindah tangan, membuat jenis ini sulit untuk keluar.
Terpenting adalah mengenal ciri yang ada pada beberapa golongan aglaonema tersebut. Selain berguna bagi proses pemeliharaan dan perawatan, tahap ini bisa meminimalisir kekecewaan pasca pembelian tanaman (karena cepat mati atau sering terserang penyakit). Aglaonema silangan impor, menurut Greg, jenis ini sering dengan perwujudan yang fantastis.

Itu ditandai dengan kemunculan warna-warna yang kontras, seperti kuning dan merah sampai warna solid salah satunya. Karena kebanyakan dihasilkan dari kultur jaringan (mayoritas produk Thailand sebagai negara pengimpor aglaonema terbesar di Indonesia), umumnya jenis ini memiliki daun yang lebih tipis ketimbang hasil budidaya biji. Namun keistimewaannya, jenis ini memiliki struktur permukaan daun yang lebih halus.
Beberapa orang beranggapan, daun yang tipis bisa jadi tebal ketika dibawa ke Indonesia. Pengaruh musim, diduga melatar-belakangi perkembangan daun ini. Secara umum, dalam hal estetika aglaonema impor silangan unggul jauh. Hanya karena dibudidaya secara instan dan tak melalui metode pemuliaan yang panjang, tak jarang jenis ini rentan penyakit. Tak jarang, jenis ini juga disebut-sebut pembawa wabah penyakit yang siap menular ke aglaonema koleksi lain.

“Berhati hatilah memberi aglaonema impor. Jika ragu, gunakan sistem karantina yang cukup sampai dirasa aglaonema steril dari penyakit. Sistem karantina bermacam-macam, bisa menggunakan desin-sektan atau memberi spase tersendiri aglaonema yang baru datang,” ungkap Greg.

Untuk memastikan kesehatan tanaman, usahakan tak hanya melihat dari daun yang menarik, tapi juga akar dan batang bawah. Semakin banyak ditemukan kebusukan di akar dan batang bawah, makin tak sehat tanaman.
Aglaonema Lokal Silangan

Jenis kedua adalah aglaonema lokal silangan. Jenis ini biasanya lebih tahan banting bila dibandingkan dengan jenis impor. Tak mau kalah dengan jenis impor, jenis lokal silangan sangat kuat dalam hal komposisi warna. Gradasi warna dasar dan baru, membuat motifnya menarik. Contoh paling mudah dapat kita lihat dari aglaonema silangan fenomenal Pride of Sumatera (POS).

Daun yang tebal jadi keistimewaan selanjutnya, meski daun yang ada tak sehalus struktur daun jenis aglaonema selangan impor. Beberapa jenis juga sering rentan menderita sakit akibat virus. Penyusunan gen yang tak sempurna diduga jadi latar belakang fenomena ini. Namun secara umum, aglaonema silangan lokal jarang sakit seperti aglaonema silangan impor.

Meski berembel-embel lokal, jangan meremehkan dalam hal harga. Pasalnya, jika dilihat dari perputarannya hasil silangan pertama jenis ini bisa dihargai sampai Rp 50 juta. Ini yang sering terjadi pada koleksi Greg yang dipinang kolektor lain. Memilih jenis ini yang berkualitas pada dasarnya sama dengan aglaonema impor silangan. Daun, akar, dan batang bawah jadi sorotan yang harus tak terlewatkan. Usahakan melihat akar yang telah tertancap di pot. Semakin banyak dan jarang busuk adalah pertanda tanaman sehat.
Aglaonema Lokal

Jenis terakhir adalah aglaonema lokal. Meski dulu jarang dilirik dan keberadaannya hanya difungsikan sebagai indukan, tapi kini pencinta jenis ini kian marak. Bahkan tak mau kalah, pemilik aglaonema yang kebanyakan didominasi warna hijau dan putih ini sudah berani unjuk gigi dengan mendaftar setiap kontes aglaonema digelar. Karena jika kita membicarakan warna, jenis ini kalah telak dengan jenis silangan lokal maupun impor. Umumnya, jenis ini memiliki keunggulan di bentuk daun. Daun besar dan aneka bentuk lancip adalah bentuk yang sering dijumpai pada aglaonema lokal. Karena sering dijumpai dan sudah familiar hidup di Indonesia, jenis ini banyak ditemukan di mana-mana dan berjumlah banyak, sehingga dalam hal harga jenis ini tergolong paling murah ketimbang dua jenis sebelumnya.

“Di pasaran, aglaonema lokal yang sudah berusia dewasa sering dijual maksimal Rp 500 ribu (untuk tanaman yang belum menang kontes). Jika sudah merasakan gelar, harga naik jadi dua kali lipat sekitar Rp 10 juta per pot,” jelas M Zainudin, Kolektor dan Pecinta Aglaonema Lokal di Banjarbaru Kalsel.

Jika melihat serangan penyakit dari virus dan bakteri, jenis ini paling tahan banting. Namun umumnya, jika melihat musuh alaminya, aglaonema lokal sering jadi santapan lezat serangga dan jamur, sehingga jika Anda memutuskan untuk membeli jenis ini, usahakan daun yang ada tak memiliki sedikit pun bekas jamur dan serangga atau telur-telur serangga yang biasa melekat. [adi]

Bedakan Lokal dengan Impor

Langkah ini diambil untuk membedakan mana jenis aglaonema lokal yang didatangkan dari luar negeri dengan proses kultur jaringan. Memang saat ini untuk aglaonema lokal mendapatkan apresiasi besar, terutama dari karya Greg Hambali. Namun masalahnya, produksi dalam negeri masih belum mampu memenuhi permintaan pasar yang besar.
Sebab dengan cara pengembang-biakan secara tradisional, maka untuk mendapatkan bibit baru membutuhkan waktu yang lama. Sementara untuk melakukan pembiakan masal dengan kultur jaringan masih sedikit yang bisa membuatnya. Padahal proses kultur jadi satu-satunya cara pembiakan secara masal dan celakanya pelaku industri tanaman hias lokal kurang bisa menangkap peluang ini. Akhirnya, mau tak mau Thailand jadi tujuan utama mencari produk aglaonema yang dihasilkan oleh anak bangsa.
Beruntung hasil aglaonema dari kultur jaringan melalui impor – meski dari jenis yang sama – tapi punya karakter berbeda. Untuk membedakan aglaonema lokal yang diperbanyak secara alami lewat stek maupun cangkok dengan aglaonema dari kultur jaringan, menurut M Siregar – Penghobi Tanaman Hias di Banjarmasin Kalsel, itu ternyata mudah. Wajar, karena bagi penghobi berpengalaman bukan hal sulit, tapi bagi pemula lain ceritanya.

“Paling gampang melihat struktur warna merah yang jadi ciri khas produk lokal,” tandas Siregar. Untuk produk alami, warna merah yang muncul bisa cerah dan tegas, terutama untuk bagian belakang daun, tangkai daun, dan motif di permukaan daun. Kondisi ini berbeda dengan hasil dari kultur yang memiliki warna lebih pudar. Pudar di sini tetap memberikan kesan merah, tapi tak begitu cerah.

Selanjutnya yang paling mudah dilihat adalah dari ukuran daun yang lebih kecil dibandingkan jenis lokal. Pembanding ini sulit, karena harus melihat dulu aglaonema lokal. Namun bisa juga dilihat dari daun tua yang ada di bawah. Bila daun tua jauh lebih kecil dari daun baru, itu jadi ciri khas dari hasil kultur jaringan. Namun jangan khawatir bila mendapatkan produk kultur, karena saat tumbuh tunas baru, maka kualitas anakan akan sama dengan aglaonema lokal. Sebab, sudah melalui perbanyakan secara alami. [wo2k]

Menjadikan Aglaonema Berharga Mahal

Patokan harga tinggi untuk beberapa jenis aglaonema, tentu berkaitan dengan urusan tampilan maksimal. Selama ini keberadaan aglaonema impor bisa disejajarkan dengan jenis lokal. Hanya varian untuk jenis impor lebih beragam, sehingga kehadirannya makin memperkaya khasanah tanaman hias Tanah Air.

“Pada dasarnya, semua tanaman itu memiliki nilai ekonomi. Hanya untuk tinggi-rendahnya bergantung pada pesona yang ditampilkan,” imbuh Greg. Untuk aglaonema jenis impor masih memegang kendali cukup kuat. Lantaran beragamnya jenis yang ditampilkan, sehingga konsumen pun mempunyai banyak alternatif untuk memilih, seperti harga aglaonema silangan dari Thailand yang memiliki nama pasar legacy, harga yang dipatok tergolong tinggi, yaitu Rp 500 ribu per tanaman atau bahkan harga ini bisa lebih tinggi. Itu bergantung pada tampilannya, dimana semakin berkarakter tentu akan berpengaruh pada nilai jualnya. Ini berkaitan dengan nilai estetika, tren, dan kelangkaan. Sepertinya, membuat tanaman tampil prima bukan jadi satu hal yang sulit dilakukan, dimana tampilan yang maksimal akan berdampak pada tingginya nilai ekonomi. Ingin tahu kiat membuat pesonanya tampil ciamik, baik untuk aglaonema jenis lokal ataupun impor.

Khusus Penghobi

Ada beberapa kriteria yang diperhatikan untuk membuat tanaman berharga mahal dengan tampilan optimal. Utamanya adalah masalah kelangkaan, keunikan, terawatt, dan tren – dimana penghobi di sini sebagai end user yang menilai tanaman bukan hanya dari harga, tapi lebih ke pesona tanaman keseluruhan.

1. Langka
Faktor kelangkaan bisa memicu mahalnya tanaman. Kelangkaan ini bisa ditimbulkan dari sulitnya dikembang-biakan, masih sedikit yang menjual karena tak tren atau tanaman banyak, tapi penjualnya tak mau melepas. Jadi bisa dikategorikan sebagai langka di pasar dan langka, karena sulit dikembang-biakan.

2. Unik
Semua tanaman unik dan tak memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Tapi unik yang dimaksud adalah memiliki ciri khas mencolok dan berbeda dari aslinya. Di pasaran dikenal istilah variegata dan mutasi. Kadang ada juga yang menyebut albino. Kebanyakan tanaman yang variegata dihasilkan dari biji. Mutasi adalah kelainan yang terjadi, karena campur tangan alam (penyakit karena virus atau faktor bawaan lain) atau campur tangan manusia. Biasa dikenal dengan rekayasa genetik.

3. Perawatan Optimal
Tanaman yang terawat baik akan memiliki bentuk yang baik dan sehat. Karena terawatt, maka bentuk daun, batang, dan bunga jadi lebih indah. Tanaman yang mahal pun apabila tak terawat dengan baik akan berkurang nilainya. Misalnya, aglaonema yang daunnya rusak, pasti tak dihitung dalam penilaian. Itu berkaitan juga dengan keserempakan daun yang makin menambah nilai.

4. Membaca Tren
Seperti halnya fashion, tanaman punya tren sendiri. Saat tren turun, otomatis tanaman akan turun nilainya. Turunnya nilai bukan karena tanaman tersebut tak unik atau tak terawat, tapi mutlak karena hukum pasar.

5. Kenali Hukum Pasar
Saat sedang tren atau memang langka, maka persediaan biasanya tak sebanding dengan permintaan. Sesuai hukum pasar, maka naiklah harganya. Ini wajar terjadi di dunia tanaman hias, berputar sesuai dengan siklusnya.

Bagi Pedagang

Tak dapat dipungkiri, para pedagang lebih berharap pada profit oriented. Namun bukan berarti tak memperhitungkan kualitas barang. Inilah yang paling orang mau lakukan walau tak mudah melakukannya. Tanaman bisa dibuat jadi mahal apabila Anda mau mengerjakan hal-hal berikut:

1. Merawat tanaman dengan baik
Ini adalah mutlak. Tanaman yang terawat baik secara kasat mata akan indah. Walau hanya sekedar tanaman sansiviera yang biasa ada di pinggir jalan, kalau dirawat dengan baik pasti akan punya nilai yang lebih tinggi. Perawatan adalah dengan memberikan tempat yang baik (pot dan media), melakukan perawatan daun kalau tanaman itu punya nilai di daunnya, memberikan pupuk yang tepat, mengganti media saat dibutuhkan, dan terus mengecek kesehatan secara berkala. Dalam hal ini juga bisa dilakukan proses pembentukan, supaya bentuk lebih indah dan kompak.

2. Koleksi tanaman unik dan langka
Kadang tanaman jenis unik dan langka tak serta-merta harganya mahal saat membeli. Pemilihan tanaman unik bisa dilakukan dengan berkeliling di kebun pembibitan tanaman hias. Biasanya bibit unik bisa mulai terdeteksi saat usia seedling muda. Untuk tanaman langka bisa berburu langsung ke daerah yang bersangkutan. Tanaman langka biasanya sulit ditemukan di nurseri biasa. Kalau ada sedikit kenekatan dan modal, bisa saja langsung cari ke nurseri di luar negeri. Pembelian bisa lewat internet atau langsung ke lokasi.

3. Pintar prediksi tren tanaman
Dalam hal ini lebih mengandalkan kemampuan insting, yaitu dengan memperbanyak referensi tentang jenis tanaman, baik dari media ataupun komunitas yang banyak terbentuk di masing-masing kota. Hanya diperhatikan bahwa tren tanaman biasanya berputar. Jadi kalau ketinggalan tren – tak masalah – toh nantinya tanaman kita bisa terangkat naik.[santi]
http://tabloidgallery.wordpress.com/2008/05/22/jurus-jitu-memilih-aglaonema/

Selanjutnya Klik......

Tampilan Aglaonema Rusak?

Waspadai Penyakit Umum yang Menyerang
Penyakit pada aglaonema, tentu jadi masalah serius. Selain akan berdampak pada tampilan tanaman, juga mempengaruhi kesehatan tanaman secara keseluruhan. Serangan penyakit ini, lantaran disebabkan oleh dua faktor utama. Mau tahu?

Faktor yang dimaksud adalah cendawan dan bakteri. Cendawan merupakan patogen yang bertanggung jawab terhadap kerusakan sebagian besar tanaman. Jenis patogen ini cenderung memperbanyak diri melalui miselium (spora), dimana spora mempunyai sifat mudah tersebar ke tanaman lain melalui alat pertanian, air atau udara.
Proses perusakannya dilakukan ketika ia memperoleh inang yang cocok, sehingga dengan mudahnya mereka memperbanyak diri. Sedangkan untuk keikutsertaan bakteri lebih sedikit populasinya, dibandingkan dengan cendawan. Biasanya, bakteri menginfeksi tanaman melalui bagian yang terluka.

Banyak kasus pemberian pupuk yang berlebihan dan berpotensi akan membuat akar seperti terbakar, sehingga menimbulkan luka. Nah, dari luka inilah yang jadi pintu masuknya bakteri. Kelembaban tinggi pun bisa memicu kemunculan bakteri. Kebanyakan, munculnya bakteri berasamaan dengan cendawan. Sebagai penanggulangan, penanganan secara kimiawi bisa dijadikan suatu alternatif.

Namun karena jumlah bakterisida di pasar tidak sebanyak fungisida, sehingga alternatif ini terkesan merepotkan. Adapun beberapa tanda-tanda penyakit aglaonema yang sering terjadi, antara lain:

Busuk Akar

Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti para penggemar agalonema. Sebab jika hal ini terjadi, besar kemungkinan tanaman tak dapat terselamatkan alias mati, sehingga secara tak langsung akan berdampak pada nilai ekonominya. Tak sedikit orang yang sampai menanggung puluhan juta rupiah, karena aglaonemanya terserang busuk akar. Berawal dari media yang terlalu basah dan kelembaban terlalu tinggi, dimana air yang terlalu banyak menggenangi akan membuat medianya becek dan lembab, sehingga dalam waktu singkat akar akan berwarna coklat kehitaman. Selain itu, struktur batang terkulai dan terdapat lubang, daun jadi pucat dan harapan untuk muncul daun muda sangat kecil.
- Penyebab: Phytium sp
- Penanggulangan:
Ganti dengan media porous, agar kelebihan air di dalam pot langsung keluar. Akar yang terserang busuk, sebaiknya langsung dipotong. Oleskan fungisida pada bekas potongan hingga batang. Itu berguna untuk mencegah serangan sampai batang. Tanam kembali dalam media sekam bakar. Tunggu perubahan selama kurang lebih satu minggu.

Layu Fusarium

Kelayuan pada daun ini terjadi, karena media tanam ber-pH rendah (masam). Hal ini disebabkan, karena media selalu dalam keadaan basah. Gejala serangan ditandai dengan memucatnya tulang daun sampai berubah warna jadi coklat keabuan. Kemudian diikuti dengan menunduknya tangkai yang membusuk.
- Penyebab: Fusarium oxysporium
- Penanggulangan:
Media jangan sampai tergenang air.
Tanaman yang terserang, sebaiknya dicabut. Kemudian dilanjutkan dengan mengganti media tanam. Sebagai pencegahan, sebaiknya siram tanaman dengan formalin 2-5 cc/l sebanyak 200 ml per tanaman di sekitar bagian yang terserang.
Setelahnya, aglaonema diberi pupuk dengan kadar P dan K tinggi.

Layu Bakteri

Gejala serangan ditandai dengan melunaknya daun dan batang yang disertai bau tak sedap. Akan terlihat lendir putih yang kental dan lengket, jika bagian pangkal batang dipotong.
- Penyebab: Erwinia coratovora
- Penanggulangan:
Cegah jangan sampai media terlalu basah. Usahakan selalu ada dalam lingkungan yang tak terlalu lembab.

Bercak Daun

Diyakini adanya bercak pada daun disebabkan karena serangan cendawan, sehingga membuat daun bersifat patogen dan sekaligus saprofit, dimana bercak daun ini tersambung dengan warna daun asli yang belum terserang, sehingga kelamaan bercak itu akan membusuk.
- Penyebab: Botrys sp
- Penanggulangan:
Cukup mudah hal yang dilakukan untuk menanggulangi masalah ini, yaitu hanya dengan memotong bagian daun yang rusak atau terserang bercak. [santi]
http://tabloidgallery.wordpress.com/2008/07/04/tampilan-aglaonema-rusak/

Selanjutnya Klik......

Perawatan Tepat Bagi Aglaonema

Beda Jenis, Beda Perlakuan
Aglaonema terkenal dengan tanaman ‘manja’. Untuk itulah ia butuh perlakuan khusus, sehingga penting mengetahui bagaimana merawat aglonema berdasarkan jenisnya. Sebab, setiap jenis – beda pula perlakuannya.

Ini hanya salah satu contoh dari sekian banyak kasus yang terjadi pada pecinta aglaonema Tanah Air. Katakan Susi, ia pecinta aglaonema yang membeli jenis anjamnee dari teman di Thailand. Jenis ini memiliki warna sempurna, dengan kemilau gradasi cantik. Namun naaasnya, tak berselang beberapa minggu koleksi kebanggaannya perlahan menunjukkan gejala kurang enak. Setelah terserang penyakit – daun yang dulu indah – kini berubah jadi layu. Begitu pun warnanya – kemilau daun yang berwarna-warni – kian memudar dan pucat. Bahkan di beberapa bagian, sudah terjadi gejala pembusukan dengan perubahan warna coklat. Anehnya hampir bersamaan, si Susi juga membeli sebuah aglaonema lokal dengan warna yang juga tak kalah menarik.

Mengalami perawatan dan intensitas pemberian nutrisi yang selalu bersamaan, namun justru aglaonema lokal Susi yang berjenis lipstik ini bisa bertahan dan malah jadi cantik. Jadi, apa latar belakang yang sedang dialami pada kasus ini? Apakah jenis berbeda juga membuat aglaonema harus mendapatkan perawatan yang berbeda pula?
Beda pabrik, ternyata beda pula barang yang dihasilkan, sehingga dalam hal penanganan tentu jelas berbeda satu dengan yang lain. Itu dikatakan Pakar Aglaonema Indonesia, Gregori Garnadi Hambali. Sebab umumnya, orang sering membeli aglaonema tanpa memikirkan perawatannya. Bila dibandingkan dengan jenis lokal, jenis impor biasanya lebih sensitif dan sering sakit-sakitan.

Banyak aglaonema yang cantik, tapi ‘manja’. Namun tak sedikit pula aglaonema cantik yang tahan banting. Beruntung bagi kita, produk lokal memiliki daya tahan lebih daripada impor,” ujar pria asal Bogor ini. Tak sedikit dari pedagang asing yang memanfaatkan dan terlalu mengeksploitasi kultur jaringan kasar. Jadi, hasilnya jelek. Jika tidak jeli, kejadian penipuan tak urung akan sering tejadi. Namun tak mendeskreditkan produk impor, tak jarang banyak juga barang berkualitas yang akhirnya sampai ke Indonesia. Namun di luar kontek itu, beberapa jenis aglaonema lokal dan impor tertentu juga sering terserang penyakit. Misalnya, jenis dona carmen dan lady valentine, sehingga sebelum membelinya, sebaiknya tanya diri Anda, apakah siap menghadapi masalah yang akan timbul kelak?

Jurus Jitu Kembangkan Potensi Aglaonema

Baik impor maupun lokal – dalam merawat aglaonema – tampilan tanaman jadi prioritas utama. Pasalnya, bagus dan semahal apapun tanaman – sampai sejauh mana didapatkannya – akan jadi sesuatu yang mubadzir jika tampilannya tidak prima. Seperti halnya tanaman hias yang lain pada umumnya, kesan pertama jadi penting dalam hal penilaian dan standarisasi kualitas. “Maka untuk membangun kesan positif, beberapa hal perlu diperlihatkan. Misalnya, kesehatan bagian daun dan kerumpunan tumbuh kembang daun,” ungkap Kolektor Aglaonema di Banjarbaru Kalimantan Selatan (Kalsel), M Zainudin.
Lalu, bagaimana cara membuat daun agar terlihat sehat dan enak dilihat? Pada dasarnya, menurut Zainudin, ada dua macam perawatan mendasar untuk mencemerlangkan daun. Sebab, daun sehat atau sedap dipandang mata biasanya memiliki struktur mengkilap. Bahkan tak jarang, terlihat seperti daun yang terbuat dari plastik. Cara ini biasa dilakukan dengan manual atau tahapan perawatan.

Cara manual biasanya bisa dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya, mengelap daun agar daun terlihat berkilau dan kinclong, sehingga bisa menarik mata setiap orang, bahkan juri kontes. Caranya, bisa dengan air atau bahan pengkilap yang lain, seperti leaf shiner (pengkilap daun instan yang banyak dijual di pasar) sampai bahan pengkilap manual. Misalnya susu dan santan, seperti melakukan pembersihan daun pada anthurium.
“Untuk hasil maksimal, terutama jika untuk keperluan kontes, persiapan atau pengkilapan daun dilakukan 3 hari sebelum acara diadakan. Dan biasanya, perawatan ini dilakukan berulang-ulang setiap harinya, tergantung kapan kita ingin memunculkan kecantikan si daun,” jelas Zainudin.

Cara lain adalah paket keperluan nutrisi. Umumnya seperti manusia, jika kebutuhan makanan cukup dan tak berlebih, maka orang tersebut akan sehat. Begitu juga dengan daun pada aglaonema, semakin baik dan berkualitas nutrisi yang diberikan, maka makin optimal pula struktur daunnya. Hal ini bisa berupa media tanam, jenis dan intensitas pemupukan, sampai stimulasi lingkungan. Media tanam yang tepat umumnya tak terlalu asam. Dan jika terpaksa, menggunakan tanah yang bersifat asam, kapur bisa ditambahkan dengan ukuran tepat.

“Jika tak ingin susah, penggunaan pakis penuh yang dicampur pupuk organik, bisa jadi solusi tepat,” imbuh Zainudin. Kelebihan air bagi tanaman, juga kabar buruk. Kesalahan pemilihan media tanam dengan porositas rendah dan penyiraman yang terlalu sering, akan mengakibatkan tanaman tak sehat. Umumnya, ini terjadi secara bertahap. Biasanya tanaman tak akan langsung mati, tapi bagian bawah mengalami kerusakan perlahan-lahan. Dan jika tak segera ditangani, seluruh bagian pun akan mengalami kerusakan, bahkan kematian. Pemilihan pupuk dengan kandungan tertentu, juga bisa membuat daun kian cantik. Menurut Pakar Tanaman Hias di Jogjakarta, Arie W Purwanto, pupuk dengan kandungan P dan K tinggi, akan mempercepat dan membuat daun kian sehat, cantik, dan mengkilap. Jenis ini bisa didapat, karena dijual bebas di pasaran. Pada dasarnya, mengetahui karakter tanaman adalah hal utama. Sebab, ini berkaitan dalam hal perawatan ke depannya.

Di Luar Negeri, Aglaonema tak Boleh Diperbanyak

Jangan mencoba memperbanyak atau membudidaya aglaonema, jika Anda ada di luar negeri, seperti Belanda dan Amerika. Pasalnya bukan keuntungan didapat, justru penjara yang kemungkinan menanti Anda.
Bukan karena tanaman ini membahayakan atau karena tanaman ini bisa jadi bahan pembuat narkoba seperti daun ganja, tapi apreasiasi yang tinggi terhadap silangan jenis aglaonema masyarakat luar yang tinggi. Seperti membeli barang langka, aglaonema silangan yang keluar dan di-share ke pecinta aglaonema lain, sering juga disertai sertifikat.

Isinya, selain memberi tahukan nama penyilang serta indukan aglaonema ini berasal, dalam nota kesepahaman ini juga terdapat larangan bagi si pemilik baru untuk memperbanyak. “Biasanya penduduk Belanda, sering melakukan hal tersebut. Selain bisa menjaga stabilitas harga aglaonema di pasaran, tindakan ini juga bisa menekan produksi yang berlebih. Itu juga disamping standarisasi kualitas yang tetap terjaga,” jelas Greg.

Menurut Greg, apresiasi dan penghormatan masyarakat luar sangat tinggi. Bahkan setiap kali ada orang yang berhasil menciptakan silangan, selalu diabadikan dalam bentuk sertifikat. [adi]
http://tabloidgallery.wordpress.com/2008/07/04/perawatan-tepat-bagi-aglaonema/

Selanjutnya Klik......

Membuang Akar Busuk

Jangan Sayang untuk Memotong
Musim hujan, musimnya akar busuk. Itu tentu jadi hal yang mengganggu, karena bisa menyebabkan kematian. Langkah tepat adalah mengangkat tanaman dan membongkar media tanam untuk melihat seberapa parah kondisi di dalamnya. Akar busuk wajib dipotong, meski harus menghabiskan separuh lebih bagian akar.

Busuk akar merupakan penyakit yang ditimbulkan karena akar ada dalam kondisi yang terlalu basah dan serangan bakteri. Ia bisa menghilangkan pasokan makan dan pastinya menghambat pertumbuhan. Dalam tahap kronis, akan menyebabkan kematian. Kematian akibat busuk akar menempati posisi pertama, terutama untuk aglaonema dan anthurium.
Gejala yang muncul cukup mudah, yaitu pertumbuhan daun mengecil, warna daun menguning, pertumbuhan melambat, dan daun cepat layu. Bila mendapati kondisi ini, segera lihat bagian akar untuk memastikan ada tidaknya busuk akar. Bila terlihat bagian ini berwarna cokelat dan berbau busuk, segera lakukan pengobatan.
Alat yang dipersiapkan adalah pisau tajam, gunting, ember, fungisida, vitamin B1 serta aliran air yang bersih. Langkah pertama, lihat bagian akar untuk memastikan bagian yang busuk – apakah bawah atau samping. Semprot perlahan dengan aliran air untuk menghilangkan sisa media tanam di akar.
Selanjutnya, potong bagian yang busuk dengan menggunakan gunting atau pisau dan hanya menyisakan bagian sehat. Kadang sang pemilik sering sayang untuk memotong, bila kebusukan akar sudah parah dan menyerang sebagian besar akar. Namun hilangkan pikiran itu, karena bila tak dipotong – busuk akar akan lebih besar. Sebab, mampu menyebar ke bagian yang sehat.
“Busuk akar harus hilang, meski sebagian besar akar hilang, termasuk tangkai daun, sehingga separah apapun kondisi akar, tetap harus dibuang di bagian yang busuk,” kata Pebisnis Anthurium di Surabaya, Heru Trisaksono.
Setelah yakin semua bagian yang busuk sudah hilang, maka berikan bakterisida. Larutkan bakterisida dalam ember sesuai dosis. Selanjutnya, masukkan akar tersebut dan rendam beberapa saat. Dengan cara ini, semua bagian yang terkena potongan akan terlidungi dari bakteri.
Terakhir adalah mempersiapkan media tanam baru yang harus porous. Sebab, media yang menyimpan air bisa memicu terjadinya bususk akar. Jadi, drainase air di dalam media tanam harus bagus. Alternatif campuran yang bisa diambil adalah dengan akar pakis, sekam baker, dan kotoran kambing/kompos. Komposisinya lebih didominasi oleh pakis hingga 75%, sementara sekam dan kotoran kambing mengisi tak lebih dari 25%.
Masukkan dalam media yang sebelumnya sudah disemprot dengan vitamin B1 untuk mengurangi stres tanaman. Media jangan ditekan, tapi ditepuk perlahan, agar media tak padat. Siram dengan mengalirkan air secara langsung di media tanam hingga air yang keluar dari bawah pot jadi jernih.
Bila perlu, daun yang sudah busuk di atas bisa dipotong, tapi bila hanya menguning atau kering sebagian, sebaiknya biarkan untuk membantu proses fotosintesis. Ke depan, anthurium pasti akan lambat tumbuh, karena memperbaiki akar terlebih dulu, baru kemudian mengeluarkan daun. [wo2k]
http://tabloidgallery.wordpress.com/2008/04/10/membuang-akar-busuk/

Selanjutnya Klik......

Kamis, Juli 10, 2008

Berkat Pasungan, sang Ratu Juara

Selasa, 20 Mei 2008

Tiara berdaun 60 lembar itu istimewa. Daun bersusun ke segala arah terlihat kompak. Mereka muncul dari 5 anakan di sekeliling induk berumur 1,5 tahun. Mahkota bersusun tiga itu mencetak sejarah. Ia merengkuh gelar terbaik di kontes aglaonema akbar di Tangerang, Maret, 2008. Tiara mengantarkan Sun Sun, pemiliknya, meraih tiket perjalanan umrah ke negeri Padang Pasir.

Penampilan tiara itu memang luar biasa. 'Daun kompak ke segala arah tanpa ada ruang yang kosong,' ujar Nurdi Basuki, salah seorang juri. Menurut Nurdi kecantikan sang ratu itu diperoleh dari proses pemilihan bakalan, pembentukan, dan perawatan yang panjang, 3-6 bulan. Artinya, tangga menuju jawara tak sekadar dengan perawatan prima yang dilakukan pemilik.

Pendapat Nurdi itu diamini Songgo Tjahaja, kolektor aglaonema di Jakarta Barat, yang kerap menjuarai berbagai kontes. Menurutnya dari ratusan hibrida aglaonema terdapat jenis tertentu yang berdarah juara dan layak sebagai bakalan. Disebut berdarah juara karena secara genetik hibrida tersebut gampang tampil kompak dan gagah dengan perawatan biasa. Misalnya tiara dan sexy pink. Yang disebut pertama berdaun lebar, lentur, dan melambai tapi bertangkai pendek.

Sexy pink bertangkai lebih panjang, berdaun lebih lebar, lentur, tapi tetap kokoh. 'Secara keseluruhan sexy pink lebih besar,' kata Songgo. Tiara dan sexy pink itu tergolong aglaonema kelas atas (harga per daun di atas Rp1-juta, red) yang berdarah juara. Sejatinya, widuri pun kerap menjadi juara. Hanya saja, proses membentuk widuri jauh lebih sulit karena daun keras sehingga gampang sobek. Di kelas menengah legacy tergolong berdarah juara. Menurut Songgo aglaonema jenis massal seperti butterfl y, pride of sumatera, dan donacarmen pun berdarah jawara. Namun, donacarmen masih memiliki kelemahan karena ujung daun mudah sobek.
Beranak lima

Menurut Sun Sun tak semua hibrida berdarah juara layak dipilih sebagai bakalan. Pemilik nurseri Rumah Bunga di Jakarta Barat itu mensyaratkan hanya aglaonema yang memiliki minimal 4 anakan saja yang pantas dipilih. Artinya, pada tanaman itu terdapat 5 pucuk, termasuk induk. Sedangkan Songgo menyebut 5 anakan alias 6 pucuk dengan induk. 'Yang paling baik bila anakan itu muncul di sekeliling induk, bukan hanya di 1 sisi,' kata Sun Sun. Bila 4 atau 5 anakan itu muncul di 1 sisi, maka bentuk kompak sulit terwujud.

Pilihan pada tanaman berpucuk banyak bukan tanpa alasan. 'Untuk aglaonema di kelas batang majemuk, sosok rimbun dan banyak daun mengesankan kegagahan. Apalagi bila tampil kompak,' kata Andy Solviano Fajar, juri aglaonema asal Solo. Dengan jumlah pucuk 5 atau 6 maka pertambahan daun bisa digenjot cepat. Dengan asumsi setiap pucuk bertambah 3 daun setiap 2 bulan, maka selama 6 bulan muncul 9 daun per pucuk. Artinya, tanaman berpucuk 5 akan memunculkan 45 daun. Pucuk 6, 54 daun. Jumlah itu belum termasuk daun awal, 25-30 daun.

Memperoleh indukan dengan 4-5 anakan memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Lazimnya, setiap indukan hanya menghasilkan 2-3 anakan. Toh, menurut Songgo dari 10 indukan biasanya ditemukan 1 indukan yang banyak anak. 'Proses seleksi tak terhindarkan. Indukan terpilih harus dipisahkan dan dirawat secara ekstra,' kata ayah 1 puteri itu. Setiap minggu tanaman mesti diputar agar memperoleh cahaya yang merata.
Pengikatan

Bakalan terpilih pun mesti dibentuk agar tampil kompak di arena kontes. Secara alami daun aglaonema yang muncul dari anakan tumbuh melebar ke samping. Itu karena pergerakan daun mencari cahaya dan ruang kosong. Oleh karena itu 4 atau 5 anakan itu mesti diikat agar tumbuh vertikal (lihat ilustrasi). 'Selama 3-6 bulan diikat. Mirip dengan pengawatan dan treking pada bonsai dan adenium. Tujuannya untuk mengarahkan pertumbuhan,' kata Songgo. Pasungan pada sang ratu itu baru dibuka 1 hari atau sesaat menjelang kontes.

Daun yang muncul pun perlu diarahkan pertumbuhannya. Prinsipnya, permukaan daun mesti seluas mungkin mendapatkan cahaya. Artinya, 2 atau 3 daun yang arah tumbuh dan permukaannya sejajar mesti dihindari. 'Tangkai daun itu harus ditarik dan disangga agar daun di bawahnya tidak tertutupi,' kata Sun Sun.

Menurut Songgo menyangga tangkai daun itu cukup dengan saling menyilangkan antartangkai daun. Intinya, susunan tangkai daun saling menopang. Susunan tangkai daun itu mesti dikoreksi secara periodik setiap minggu seiring pertumbuhan umur tanaman.

Kerapkali pertumbuhan anakan di sekeliling induk dominan. Itu karena akar dan batang anakan jauh lebih muda ketimbang induk. Daun pada pangkal batang induk pun rontok akibat kurang cahaya. Selama tak mengganggu penampilan, maka batang induk tetap dapat dipertahankan. Namun, bila pertumbuhan induk ngelancir, maka induk dipotong. Posisi batang anakan diperketat agar lebih vertikal. Pertumbuhan pucuk anakan bakal mengisi ruang bekas induk. Dengan teknik itu, bakalan pun siap beradu cantik di arena kontes. (Destika Cahyana)

Selanjutnya Klik......

Pertempuran 3 Penguasa Daun


Selasa, Juni 17, 2008 15:51:23

Sansevieria humiflora itu sudah ada di tangan Edi Sebayang sejak setahun lalu. Namun, ini baru kali pertama si empu memilihnya untuk maju ke medan perang lidah mertua. Keputusannya tepat, 21 lawan di kelas majemuk dikalahkannya dengan mulus, hingga kursi jawara pun direngkuh.

Bagaimana tidak mulus, semua juri kontes sansevieria Trubus Agro Expo 2008 langsung sepakat saat diketahui nilai tertinggi di kelas majemuk diperoleh S. humiflora bernomor peserta 4 itu. Itu persis seperti prediksi Dian Adijaya Susanto - juri dari Trubus - sebelum penilaian. 'Setelah dinilai detailnya, ternyata memang unggul di semua kriteria,' kata Dian.

Ukuran dan susunan daun yang proporsional membuatnya indah dilihat dari semua sisi. Itu rupanya yang menggenjot nilai kesan pertama. Nilai semakin meroket tatkala dinilai potensi warna, kedewasaan dan kelangkaan. Semua juri - Sentot Pramono, Ida Riyani Tahir, dan Dian Adi Jaya Susanto - memberi nilai tertinggi pada seluruh kriteria itu. Lihat saja, selain langka, lidah mertua berumur 6 tahun itu tampil prima dengan warna hijau tua serta corak lurik yang tegas dan stabil.
Bintang baru

Pantas S. ballyi yang juga milik Edi Sebayang harus puas menduduki posisi ke-2 lantaran kalah dewasa dan kalah langka. Di kelas variegata, lagi-lagi pemenangnya adalah bintang baru yang pertama kali turun kontes. Sang jawara S. masoniana, memang mulus dengan corak variegata kuning stabil. Ia menumbangkan 8 sansevieria belang lainnya. 'Sulit membuat masoniana dengan daun sebanyak itu tetap mulus. Apalagi yang variegata, karena rentan penyakit,' kata Ida.

Jika kelas majemuk dan variegata gampang diprediksi pemenangnya, kelas tunggal lebih sulit. Persaingan sangat ketat, kualitas dan kesehatan peserta merata. Makanya jalan S. suffruticosa menumbangkan 33 lawannya tak semulus pemenang di kelas lain. Perebutan nilai sangat ketat. Nilai yang diperoleh juara ke-1, 2, dan 3 hanya berbeda angka di belakang koma. Juara 1, 77,33; 2, 77,03; dan 3, 77,00.

Trubus Agro Expo 2008 yang diselenggarakan di Museum Purna Bhakti Pertiwi, Taman Mini Indonesia Indah itu juga dimeriahkan dengan kontes anthuriun dan philodendron. Sayang, pesertanya tak sebanyak kontes sansevieria, hanya ada 42 peserta anthurium dan philodendron. Juri Sugiono Budiprawira, Iwan Hendrayanta, dan Syah Angkasa sepakat menganugerahkan gelar juara pada jenmanii milik Dicky. 'Keutuhan daun sang juara dari yang kecil sampai daun besar sempurna dan susunannya kompak,' kata Sugiono.

Sedangkan di kelas nonjenmanii, kedewasaan dan kesehatan tanaman jadi senjata Anthurium monenii menumbangkan semua lawannya. Anthurium milik Domu, hobiis di Tangerang itu dinobatkan sebagai yang terbaik. Sementara di kontes philodendron, gelar jawara direngkuh lecy tree milik Mukti. Ia mengalahkan 4 lawannya dengan bermodal belang variegata yang stabil.
Bekasi

Pada hari yang sama, 17 aglaonema, 32 anthurium, dan 27 tanaman langka juga adu cantik di Kota Harapan Indah Bekasi. Sexy pink milik Sun Sun dipilih juri Purbo Djoyokusumo, Hery Saefudin dan Ukai Saputra sebagai kampiun aglaonema kelas merah majemuk. Dona carmen mutasi yang berwarna hijau putih berjaya di kelas nonmerah majemuk.

Sedangkan juri Nurdi Basuki, Deborah Herlina, dan Nesia Artdiyasa menyematkan gelar juara untuk anthurium jenmanii milik Budi dari Banyumas di kelas jenmanii besar. 'Karakter bentuk, warna, dan urat daun yang sangat tegas dan atraktif, kunci kemenangannya,' ujar Nurdi. Sedangkan di kelas nonjenmanii besar, sirih berdaun 8 milik Sudarji di Bekasi, menggilas lawannya dengan kemulusan dan kelangkaan.

Pertempuran seru terjadi di kelas tanaman langka yang terbagi dalam 2 kategori: variegata dan kristata. Pemenang di kedua kategori itu sama-sama bersosok raksasa. Gelombang cinta dengan sebelas daun yang panjangnya rata-rata 1 m paling mencuri perhatian juri dan penonton. Apalagi corak kuning tegas mendominasi semua daunnya. Pantas jika juri Husein Ahmad, Dwi Tok, dan Gunariyanto kompak memilihnya jadi kampiun. Sedangkan juara kelas kristata direbut Pachypodium lamerei raksasa milik Rusli Hadinata.
Jawa Tengah-Madura

Di penghujung April 2008, bertanding 170 sansevieria yang terbagi dalam 10 kelas di Wonogiri, Jawa Tengah. Itu kontes sansevieria terbesar di Indonesia dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Peserta berasal dari Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. 'Wonogiri bisa menjadi barometer kontes sansevieria di Indonesia. Ini kontes dengan pembagian kelas terlengkap dan mendekati ideal,' kata Willy Poernawan, ketua Forum Komunikasi Sansevieria Indonesia.

Yang menarik, kontestan dari Tangerang dan Banten berkibar di Jawa Tengah. Tangerang Sansevieria Club (TSC) mampu mengimbangi Jawa Tengah dan Jawa Timur yang terkenal sebagai gudang sansevieria berkualitas. Mereka merebut juara pertama di 3 kelas: unik warna, mini, dan mix spesies. Dari 16 tanaman yang diboyong, sebanyak 7 sansevieria merebut posisi 6 besar.

Demam lidah mertua pun menjalar sampai Semarang. Buktinya kontes di Taman KB Menteri Supeno menjaring peserta sansevieria terbanyak dibanding kontes aglaonema, puring dan anthurium. Kontes dalam rangka ulang tahun ke-436 Kota Semarang itu diikuti 62 sansevieria yang terbagi dalam 5 kelas.

Pada saat penjurian, aksi bongkar tanaman yang dilakukan juri Sudjianto mencuri perhatian. Itu dilakukan lantaran penonton ragu pada Sansevieria trifasciata beranak S. trifasciata 'golden hahnii'. Setelah dibongkar ternyata kedua tanaman itu satu rimpang, bukan grouping. Juri pun akhirnya menilai lebih pada sansevieria itu karena kelangkaan. Sayang, ia masih kalah kualitas dibanding sang kampiun.

Sama-sama di Semarang, Perkumpulan Flora Fauna Semarang juga menggelar adu aglaonema di ruang pamer Sri Ratu, Semarang. Tercatat 8 kontestasn ikut beradu cantik yang terbagi dalam kelas merah batang tunggal dan merah batang majemuk. Keluar sebagai juara kelas merah batang tunggal adalah aglaonema milik Andre Yoga dari Temanggung dan juara kelas merah batang majemuk di raih aglaonema andalan Sutrisno Budi, juga dari Temanggung.

Dari Semarang tren tanaman ular merayap ke timur hingga Madura. Meski baru pertama kali digelar, sebanyak 123 lidah mertua turut-serta dalam kontes yang dibagi 4 kelas: trifasciata, nontrifasciata, campuran, dan unik. Menurut Januar Herwanto, koordinator Masyarakat Sansevieria Madura, membludaknya peserta menjadi indikator Pulau Garam tak kalah dengan Pulau Jawa. Makanya, pada Agustus 2008 direncanakan kontes Nasional di Madura. Itulah kontes-kontes yang sering dijadikan indikator tren tanaman hias di tanahair. (Nesia Artdiyasa/Peliput: Destika Cahyana, Imam Wiguna, dan Niken Anggrek Wulan)

http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid=1329

Selanjutnya Klik......

Termolek di 5 Kota


Senin, 07 Juli 2008

Matahari mulai merebahkan diri ke peraduan. Suasana lokasi kontes yang diselenggarakan di kampus Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya itu pun mulai remang. Meski demikian 5 juri tetap konsentrasi mengamati setiap peserta. Kutu putih yang bersarang di ujung daun Sansevieria parva lanset salah satu peserta tak luput dari perhatian.

Hewan mungil itu juga ditemukan di Sansevieria trifasciata milik salah satu peserta lain di kategori daun pipih. Setelah berdiskusi, juri akhirnya sepakat mengeluarkan kedua kontestan dari arena lomba. Keputusan itu diambil karena kutu bersarang hampir di setiap daun. 'Kalau banyak begini khawatir menular ke peserta lain. Lagi pula aturan kontes mewajibkan setiap peserta sehat secara klinis maupun fi sik,' ujar Agus Gembong Kartiko, juri asal Malang, Jawa Timur.

Kutu putih itu memang tersembunyi. Mereka bersarang di sudut celah daun yang menyempit dan pangkal daun. Pantas bila panitia meloloskan tanaman itu bersaing di arena kontes. Apalagi sebagian besar peserta mendaftarkan tanaman lomba pada malam hari. Namun, ketelitian para juri akhirnya membuyarkan harapan sang pemilik merengkuh gelar juara di kategori daun pipih. Posisi paling bergengsi itu akhirnya diraih Sansevieria kirkii var kirkii koleksi Taufi k asal Wonosobo, Jawa Tengah.
Sansevieria gratis

Peserta bernomor 27 itu memang layak dinobatkan sebagai juara. 'Dari penampilan keseluruhan ia lebih unggul daripada peserta lain. Tanamannya pun benar-benar sehat,' ujar Gembong. Sosok tanaman yang roset membuat para juri sepakat memberikan poin tinggi.

Pada kategori daun bulat, Sansevieria pinguicula milik Tina Puspita asal Jember tampil sebagai juara. 'Dari segi ketuaan dan keaslian warna ia paling unggul,' kata Gembong. Bedak putih dibiarkan bertaburan di permukaan daun. Tidak seperti peserta lain yang biasanya mengelap daun demi tampil mengilap. Langkah itu sebetulnya menghilangkan karakter asli dari pinguicula.

Kontes lidah mertua yang diikuti 106 peserta itu merupakan salah satu rangkaian acara pameran bertajuk Pets & Plants Untag 2008. Perhelatan itu yang kedua kalinya diselenggarakan Universitas 17 Agustus 1945 (Untag). 'Kami berencana menjadikannya sebagai agenda tahunan,' kata Paguh Hudoro, kepala Biro Akademik Untag. Ajang itu menjadi bukti bahwa dunia hobi seperti tanaman hias dan satwa mulai diterima di kalangan akademis.

Pada pameran itu juga diselenggarakan gerakan penanaman sansevieria sebagai tanaman antipolusi. Panitia membagi-bagikan trifasciata laurentii kepada siswasiswa SD dan SMP yang berkunjung ke arena pameran secara gratis. Kesempatan itu juga dimanfaatkan para pekebun dan penggemar sansevieria di Jawa Timur untuk mendeklarasikan Masyarakat Sansevieria Jawa Timur (MSJT).
Marak

Kontes ilat mertuo juga diselenggarakan di beberapa kota lain. Di Kota Harapan Indah, Bekasi, berlangsung pula kontes sansevieria yang diikuti 41 peserta asal Bekasi, Tangerang, dan Jakarta. Di arena itu Tangerang Sansevieria Club (TSC) sukses mengumpulkan 3 juara di 1 kelas sekaligus: nontrifasciata tunggal.

Di kelas lain pemain asal Bekasi tak mau kalah. Sebut saja Rizal dari Taman Anggrek Bekasi yang sukses merebut juara di kelas trifasciata tunggal dan Lia yang merengkuh juara pertama di kelas trifasciata majemuk. 'Itu bukti Bekasi tak ketinggalan dengan daerah lain,' kata Aan Kurniawan, panitia pelaksana. Kontes serupa juga diselenggarakan di Gresik dan Purwodadi.

Sepekan berselang, di Yogyakarta digelar kontes sansevieria oleh Masyarakat Sansevieria Indonesia (MSI). Sebuah terobosan baru dilakukan MSI dengan menggelar kontes lebih dari sehari. Seusai penilaian sansevieria dipamerkan pada pengunjung selama 2-3 hari. Lazimnya, kontes tanaman hias daun hanya digelar sehari. 'Waktu yang panjang membuat pengunjung dapat menilai kualitas tanaman juara. Penilaian juri pun langsung dipertanggungjawabkan pada publik,' ujar Titho Salman, salah seorang juri.

Di kontes yang digelar dalam rangka ulang tahun pertama MSI itu diikuti 64 peserta. Di kelas daun bulat ballyi milik Jimmy dari Wonosobo tak terkalahkan dengan nilai 78. Ia mengempaskan 2 pesaingnya: pinguicula koleksi Yunaim Munandar dan cylindrica milik Kondang Jaya. Sedangkan di kelas daun pipih nontrifasciata Sansevieria scimitariformis milik Lady A menjadi yang terbaik setelah mengalahkan kirkii coppertone koleksi Soesatio dan asborescens milik Jimmy.

Pada ajang itu digelar pula saresehan sansevieria dengan tema Fenomena Sansevieria sebagai Tanaman Hias Modern. Dari saresehan itu terungkap nama dagang sansevieria yang berbeda sah-sah saja meski tak diakui secara internasional. 'Itu bisa mendongkrak pamor. Namun, pemain sansevieria wajib mempelajari dan mengetahui nama ilmiah agar dalam komunikasi tak keliru,' kata Arie Wijayani Purwanto, dosen Fakultas Pertanian Universitas Veteran Yogyakarta.

Terungkap pula sansevieria memiliki banyak keunggulan yang menjadikannya layak sebagai tanaman hias koleksi modern. Dua pekan sebelumnya kontes sansevieria juga berlangsung di salah satu pusat perbelanjaan di Semarang.
Adenium

Kontes tanaman hias tak hanya diramaikan sansevieria. Di Kota Harapan Indah, Bekasi, berlangsung pula kontes perdana adenium di penghujung Mei 2008. Sebanyak 68 peserta berkompetisi menjadi yang terbaik. Pada kontes itu nama Anugerah Firmanto berkibar. Kolektor asal Tangerang itu merebut 6 piala dari 9 kelas yang dipertandingkan.

Gresik sebagai kota adenium juga tak henti-hentinya menggelar kontes. Kompetisi kali ini diikuti 54 peserta asal Gresik, Jombang, Kediri, Surabaya, Mojokerto, Sumenep, dan Bali yang dibagi ke dalam 15 kategori. Kekuatan kontestan pada kompetisi itu cukup merata. Tak ada kontestan yang mendominasi gelar juara. 'Itu tandanya setiap hobiis mampu menghasilkan tanaman berkualitas,' kata Nizam Zuhri Khafid, penanggung jawab panitia kontes. (Imam Wiguna/Peliput: Destika Cahyana)
http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid=1390

Selanjutnya Klik......

Pesona Gadis Berbau


Senin, 07 Juli 2008

Setahun lalu ratusan wahong Premna serratifolia teronggok di halaman belakang rumah Piko-pemburu bakalan bonsai di Pacitan, Jawa Timur. Daun besar dan alur rumit membuat wahong tak dilirik pebonsai. Sekarang bakalan itu diperebutkan lantaran tak kalah bagus dibanding santigi.

Kehadiran jin shari-kulit batang yang terkelupas sehingga berkesan tua-secara alami jadi keunggulan wahong. Jin shari terbentuk lantaran di habitatnya-pantai berkarang-wahong diterpa ombak dan pasir. Ini mirip santigi yang habitatnya serupa.

Sayang ukuran daun wahong besar. Daun berbentuk bulat telur itu lebarnya mencapai 5 cm dan panjang 8-10 cm. Bandingkan dengan lebar daun santigi yang hanya 5 mm dan panjangnya kurang dari 1 cm. Padahal daun bonsai idealnya kecil. Pantas pebonsai lebih memilih santigi, cemara udang, dan sancang.
Saudara sancang

Supaya daun mengecil, pada 2000-an banyak pebonsai menyambung wahong dengan sancang Premna mycrophila. Saudara sekeluarga wahong yang pertama kali didatangkan dari Taiwan dan Filipina itu memang serupa. Hanya saja daunnya jauh lebih kecil dan karakter jin shari-nya kurang tegas. Makanya sambungan wahong dan sancang mampu menampilkan karakter batang tegas, atraktif dengan ukuran daun kecil yang proporsional.

Namun, pebonsai kerap mengalami kegagalan. 'Tingkat keberhasilan hanya 60% jika dilakukan di Jakarta. Di Bandung bisa sampai 90%,' kata Husein Ahmad, pemain bonsai kawakan di Tangerang. Keberhasilan penyambungan sangat tergantung lingkungan. Lantaran banyak kasus kegagalan, pamor wahong pun meredup. Wahong identik sebagai bakalan yang gampang mati dan sulit digarap. Pantas, jika akhirnya tanaman yang dijuluki the stinky lady-gadis berbau-lantaran bau daunnya yang khas itu mulai dilupakan.

Toh kondisi itu tak membuat Robert Steven-pemain bonsai di Jakarta-urung jatuh cinta pada spesies endemik Indonesia itu. Robert terpikat pada pandangan pertama tatkala melihatnya di sebuah nurseri di Solo, Jawa Tengah, pada 2003. Melihat guratannya yang artistik, Robert tak mempedulikan ukuran daun yang besar dan tidak proporsional.

Pria kelahiran Medan itu yakin, dengan perlakuan tepat, tanaman yang habitat aslinya di pesisir laut dan tebing itu tampil sempurna. Belajar dari kegagalan pebonsai lain, Robert tak menyambung wahong dengan sancang. Si gadis berbau itu diperlakukan sebagai individu.
Tumbuh cepat

Segera saja Robert mengutak-atik wahong dengan teknik bonsai. Mula-mula ditentukan batang utama dan arah geraknya. Lalu merencanakan tunas-tunas yang akan dimunculkan. Semua cabang dan ranting yang tak masuk dalam perencanaan dipangkas. Tunas yang muncul di sembarang tempat disambung ke titik yang dikehendaki.

Hasilnya mengejutkan. Wahong tumbuh dua kali lebih cepat dibandingkan santigi. Daun mengecil sampai lebarnya hanya 2 mm. Jika bonsai santigi baru terbentuk sempurna setelah 8 tahun, wahong hanya 4 tahun. Musababnya dengan pembesaran cabang dan pertumbuhan ranting cepat, wahong lebih sering dipangkas dan dibentuk. Makanya dalam waktu singkat ia jadi bonsai sempurna.

Selain tumbuh cepat, wahong lebih tahan banting. Robert berani mencuci dan memutar-mutar posisi akar bahkan memotong akar sebelum menggarapnya. 'Padahal pada santigi, akar harus dalam bola tanah dan tak boleh sembarangan diubah posisinya,' ungkap juri bonsai internasional itu. Santigi sangat gampang stres, apalagi jika akarnya terkoyak. Risiko kegagalan pada wahong jauh lebih rendah daripada santigi. Mengeksplorasinya pun lebih leluasa. Jin sharinya yang dramatis paling sesuai untuk gaya bonsai ekspresionis.

Utak-utik Robert membuahkan prestasi. Wahong koleksinya merebut gelar the best original design pada lomba di Amerika pada 2007. Penghargaan the best broadleaf bonsai pun digondolnya. Waktu dipamerkan di Asia Pacific Bonsai and Suiseki Convention and Exhibition (ASPAC) pada 2007 di Bali, wahong jadi pusat perhatian.

Pebonsai luar negeri pun terpikat. Sejak akhir tahun lalu, sekitar 200 bakalan diekspor ke Afrika, Italia, Amerika, dan Poertorico. Nama si gadis berbau pun mengharum hingga kancah internasional. (Nesia Artdiyasa/Peliput: Argohartono Arie Raharjo dan Destika Cahyana)
http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid=1389

Selanjutnya Klik......

Melonjak 700%


Senin, 07 Juli 2008

Semester pertama 2008 telah dilewati. Semua kalangan menyadari ekonomi global tengah amburadul. Harga minyak dunia melambung hingga US$130 per barel. Harga BBM sudah naik. Efek domino seperti kenaikan harga bahan pokok tak dapat dihindari. Belum lagi isu kompetisi bahan pangan dengan bioenergi memicu harga bahan pangan melonjak. Apalagi hari raya umat Islam tinggal dalam hitungan bulan. Intinya, kehidupan semakin sulit. Bagaimana nasib pemain tanaman hias?

Tentu saja harga kebutuhan nonprimer-seperti tanaman hias-ikut terpengaruh. Agenda belanja masyarakat untuk tanaman hias berada di deretan paling belakang. Kalangan pengusaha nonpertanian boleh bilang, apa kepentingan bisnis tanaman hias di tengah terpuruknya ekonomi global. Mereka menganggap peminat tanaman itu middle up. Namun, kalangan itu juga saat ini ikut waswas. Sejujurnya penggemar tanaman hias adalah segala kalangan, maka kalangan menengah ke bawah paling terpukul.

Padahal setahun lalu, masih segar dalam ingatan, pedagang tanaman hias mengalami euforia luar biasa. Pamor tanaman-anthurium dan aglaonema-melesat. Ia bahkan dipandang sebagai barang investasi. Masyarakat mengalami apa yang disebut gegar budaya, struktur otak di kepala jadi jungkir balik. Mengeja dan menghitung uang Rp100-juta dan Rp1-miliar seperti menghitung gula-gula meski tak tahu berapa jumlah nolnya. Anthurium seharga Rp30-juta-Rp75-juta dianggap biasa.
Kesurupan

Ketika itu-dari satu perspektif-Indonesia tampak makmur lohjinawi. Semangat kewirausahaan melambung tinggi. Ada bocah yang masih di sekolah dasar di Solo menjadi juragan anthurium. Setiap pulang sekolah, ia bermain SMS, tahu-tahu mengantongi jutaan rupiah. Saat itu Bupati Karanganyar Hj Rina Iriani mengaku pendapatan warganya mencapai Rp3-juta-Rp7-juta per bulan berkat anthurium. Karanganyar menjadi ibukota anthurium. Wonogiri, Magelang, Yogyakarta, dan Solo pun ikut jadi ibukota.

Kini kita terjaga dari kesurupan dan mimpi indah. Kenyataan tak sama dengan mimpi. Kita merasa heran jika mengenang tanaman hias berharga Rp1-miliar dan pernah menawar separuhnya. Kita kaget ternyata semua orang memiliki tanaman dari keluarga Araceae itu. Yang mengejutkan tanaman bersosok besar itu kini sudah beranak-pinak, menghasilkan puluhan sampai ratusan ribu bahkan jutaan biji atau bibitan. Dua tiga tahun ke depan mereka menjadi jutaan tanaman bersosok raksasa.

Kini tanaman itu hampir 'menenggelamkan' Pulau Jawa, terutama Jawa Tengah. Setiap hari di Jawa Tengah terlihat orang sibuk mengangkuti anthurium ke mana saja, termasuk ke luar pulau untuk memasarkan dengan harga rendah. Dengan semangat, maaf, 'membuang limbah'.

Tanaman yang konon digemari para bangsawan itu kini ngumpul, beranakpinak, tumbuh, dan berkembang di sebuah ruangan yang tak berjendela atau berpintu. Bila tak ada upaya menjual ke luar negeri, mungkin giliran negeri ini yang bakal tenggelam. Pedagang tanaman hias kebingungan, tersinggung sedikit mengamuk karena mereka tengah memeluk bola panas yang belum sempat dilepaskan.

Dulu Gregorius Garnadi Hambali pernah dituduh sebagai 'orang sirik' karena selagi banyak orang menimang anthurium, ia menulis: 'lonceng kematian bisnis anthurium semakin dekat berdentang' (baca: Belum Tentu Seindah Induk, Trubus Oktober 2007). Rhenald Kasali pun pernah dihujat karena mengatakan bisnis anthurium seperti ikan lou han. (baca: Pop Marketing Anthurium, Trubus Desember 2007). Kenapa kita tidak waspada? Waktu itu kita bilang: Emang siapa Rhenald? Dia tak tahu tanaman.

Sesungguhnya yang membuat tekanan psikologis pedagang tanaman hias ialah teman yang dulu berdatangan mengaku pemain anthurium kini menghilang entah ke mana. Di saat sepi mencekam seperti ini, idealnya, kita saling bertemu untuk saling curhat. Nyatanya mereka menghilang. Kemungkinan kembali ke profesi semula karena menganggap bisnis tanaman tak ada prospek.

Di saat terjaga baru disadari jumlah penjual atau pedagang anthurium, sekarang meningkat hampir 600-700 persen dibanding dua tahun sebelumnya. Pantas saja semua orang bersikap menjual daripada membeli. Baru kita mau menjual, orang lebih dulu menawari.
Kecewa dan paranoid

Ada yang mengatakan bisnis yang sepi tak hanya anthurium. Aglaonema, sansevieria, puring, dan philodendron juga serupa. Namun, itu tak sepenuhnya tepat. Penjualan tetap berjalan. Hanya pembelian partai yang tak ada sama sekali. Banyak kolega bertanya: apa orang Indonesia sudah tidak lagi menyukai tanaman hias?

Sebetulnya harga tanaman sampai semester pertama 2008, praktis dibilang stabil, bahkan cenderung turun. Di pameran orang sibuk membanting harga. Namun, orang masih malas masuk ke lapak, membuat transaksi. Situasi yang terjadi saat ini seperti anomali: aneh, tak terbaca, tak tertebak, dan tak teraba. Cuaca dan perekonomian disebut sebagai biang keladi. Kebutuhan masyarakat meningkat dan daya beli justru merosot. Analisis yang menghibur mengatakan situasi ini tak hanya dialami oleh tanaman hias. Toko mas, tukang kelontong, penerbit buku, dan majalah pun mengalami nasib serupa: sepi.

Dari perspektif sempit, saya berpendapat, rakyat masih marah, kecewa, dan dendam pada anthurium yang dianggap menyengsarakan. Sebagian lain mengalami paranoid atau phobia akut sehingga benci pada semua tanaman. Ada juga kesal pada pedagang tanaman yang dianggap menjerumuskan hidup. Majalah atau tabloid tanaman hias ikut dimusuhi. Ketika mereka mencoba menawarkan alternatif baru, mereka langsung dicurigai, dianggap menyesatkan, dan menjerumuskan dalam mimpi sorga.

Saya bukan pakar ekonomi dan bukan paranormal. Saya sekadar pencinta tanaman hias. Jadi anjuran saya, cuci muka adalah cara terbaik setelah kita bangun tidur. Maksudnya, supaya wajah kita segar dan pandangan tidak nanar. Dengan itu kita pasti akan lebih mahir dan cerdas menyongsong hari esok.

Maksudnya, bila nanti muncul jagoan tanaman hias baru, selalu ambil posisi yang jelas. Kalau mau jadi pedagang, jadilah pedagang sejati, bukan spekulan atau penjudi. Jangan mencoba-coba menahan harga dengan harapan harga naik terus. Anthurium mengajarkan kita bahwa spekulan-seperti penjudi-yang hanya mengenal istilah kalah dan menang.

Bila memilih menjadi breeder, jadilah breeder sejati dan profesional. Jangan jadi breeder merangkap pedagang. Pedagang berpikir jangka cepat, menjual hanya barang yang fast moving. Sebaiknya seorang breeder atau petani mesti bersabar: berpikir jangka menengah dan jangka panjang.

Yang tak kalah penting, jangan menuding pihak lain sebagai pembuat harga tanaman terjun bebas. Dalam kasus anthurium, yang disalahkan barang impor. Kita lihat sendiri, yang bikin ulah ternyata kita sendiri. Sangat konyol, pistol kita arahkan ke depan, teman di belakang justru menohok kita.

Dan yang juga penting dicatat, kita sekarang tahu betapa pentingnya peran pemerintah untuk membantu membuka keran ekspor seluas-luasnya. Pemeritah harus tahu bahwa kita punya potensi, yang selama ini tidak pernah diperhitungkan. Ke depan mungkin Departemen Luar Negeri mesti dilibatkan mempromosikan tanaman Indonesia sehat dan bebas hama. Sementara Departemen Pertanian, atau pihak terkait di Indonesia harus menyederhanakan semua aturan yang bikin susah sekaligus memberi insentif kepada pengekspor. Bila Thailand bisa, kenapa kita tidak?

Ringkasnya, anthurium sudah memberi banyak pelajaran berharga bagi kita. Tapi jangan mau terpenjara oleh masa lalu, betapa pun indahnya masa lalu itu. (Kurniawan Junaedhie, wartawan & pencinta tanaman hias)

http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid=1388

Selanjutnya Klik......

PR - KU

S E L E S A I .... BEBAS EUY... ehhhh ada lagi yang kasih PR tapi aku lupa siapa yaaaa yang kasih PR... waktu itu kerjaan ku overload jadi aku minta waktu nah saat ini sedikit lenggang mohon

PENTERJEMAHKU