Selasa, November 04, 2008

Polesan Secantik Mung Mee Srisuk


Penampilan cochine berpaduan warna merah cerah dan hijau pekat milik Songgo Tjahaja, kolektor di Jakarta Barat, itu mempesona. Di dalam pot berdiameter 50 cm, sebatang indukan dikelilingi anakan-anakan hingga membentuk tajuk selebar 1 m. Yang istimewa, sosok tanaman sehat, ukuran daun seragam, dan warna cerah.

Lalu masih ingat pada mung mee srisuk? Aglaonema turunan cochinchinense itu meraih gelar terbaik di kontes tanaman hias Flora dan Fauna 2005. Sosoknya kompak, rimbun, dan warnanya merah pekat menarik. Penampilan dan prestasi yang terbilang spektakuler karena cochine dan turunannya sulit dirawat. Punya cochine prima patut diacungi jempol.

Lihatlah apa yang dialami Gunawan Widjaja di Sentul, Bogor. Aglaonema turunan cochine miliknya mati lantaran busuk. Mula-mula daun menguning, lalu mengering satu per satu. Usut punya usut ternyata media yang digunakan terlalu lembap. Pemilik nurseri Wijaya Orchids itu menggunakan cocopeat sebagai salah satu campuran media.

Sifat cocopeat mengikat air. Padahal, anggota famili Araceae itu menyukai media porous, kering, dan cenderung basa. Maklum, di habitat asal-Myanmar, selatan Thailand, Kamboja, dan Vietnam Selatan-cochine hidup di antara semak-semak tandus atau di bawahnya. Kerabat anthurium itu tumbuh di daerah gersang berbatu dan bukit berkapur.

Pantas Gunawan lantas mengganti bahan media dengan pasir agar porous. Para hobiis sepakat, media kunci sukses merawat cochine agar prima. Di Semarang media yang dipakai campuran sekam bakar yang telah diayak dan pasir malang dengan perbandingan 4:1. Untuk menaikkan pH, ditambahkan kapur dolomit sebanyak 5% dari komposisi media.
Bila rata-rata aglaonema tumbuh maksimal pada pH 6-6,5, cochine dan turunannya tumbuh bagus pada pH 7-8. Pada kondisi itu pertumbuhan tanaman lebih cepat 2-3 kali lipat. Media basa juga membuat warna daun lebih cerah.

Husny Bahasuan di Surabaya menggunakan campuran media seperti di Semarang. Hanya saja perbandingannya berbeda, 3 bagian sekam bakar dan 1 bagian pasir malang. Menurut pemilik perusahaan sarung BHS-Tex itu, cochine dan hibridanya lebih rentan serangan penyakit karena ringkih. Jika media terlalu basah, cendawan datang menyerang akar. Akar busuk dan tanaman mati.

Akar besar

Sifat cochine mirip Caladium sp. Bila media asam dan lingkungan tidak menguntungkan ia dorman atau berhenti tumbuh. Kalau biasanya setiap bulan muncul 1 daun, bisa-bisa dalam 2 bulan tak ada daun muncul.
Cochine dan turunannya memiliki akar besar yang berfungsi menyimpan air dan cadangan makanan. Maklum, ia hidup di daerah bebatuan. Oleh karena itu, menurut Greg Hambali, penyilang aglaonema di Bogor, frekuensi penyiraman sri rejeki itu jangan terlalu sering. Frekuensi cukup 2-3 hari sekali hingga media basah.

Cochine lebih menyukai sinar matahari dibandingkan jenis lain. Karenanya letakkan chinese evergreen itu di tempat yang lebih terang. Bila sri rejeki lain diletakkan di bawah jaring peneduh 60-70%, maka cochine dan hibridanya, 40-50%. Itu berlaku buat hibrida cochine hijau yang senang panas. Sedangkan turunan cochine yang berwarna merah membutuhkan naungan 75%. Selain itu sirkulasi udara harus lancar dan lebih kering.

Agar penampilan dan pertumbuhan tanaman lebih maksimal, berikan pupuk lengkap mengandung unsur mikro satu minggu sekali. Contohnya, Vitabloom, Kristalon, Gandasil, atau Growmore. Dosisnya 1-2 g/l air. Untuk mencerahkan warna daun, berikan pupuk dengan mengutamakan unsur mikro seperti Fe, Mg, Mn, dan Zn. Dengan perawatan yang tepat cochine dan turunannya tampil prima seperti mung mee srisuk.(Rosy Nur Apriyanti)
source :www.trubus-online.co.id

PR - KU

S E L E S A I .... BEBAS EUY... ehhhh ada lagi yang kasih PR tapi aku lupa siapa yaaaa yang kasih PR... waktu itu kerjaan ku overload jadi aku minta waktu nah saat ini sedikit lenggang mohon

PENTERJEMAHKU